New Beginnings
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

New Beginnings - Chapter 10

2 posters

Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty New Beginnings - Chapter 10

Post  didar 19th July 2009, 11:40 am

Jensen mengembalikan gagang telepon pada tempatnya. Wajahnya terlihat cemas. Ia harus segera pulang ke Texas sekarang juga. Neneknya sakit keras dan memintanya untuk pulang menjenguknya. Ia benar-benar tak menyangka ia harus kembali ke Texas secepat itu. Baru saja ia mulai membiasakan diri dengan hingar bingar Kota New York dan yang terpenting ia telah mengajak Peyton kencan untuk kedua kalinya nanti malam, tepat seminggu setelah kencan mereka yang pertama.
Jensen membereskan tasnya cepat-cepat. Ia sebenarnya hampir tak membawa apa-apa ke New York, hanya beberapa helai pakaian, kaus kaki, dasi, sepatu dan peralatan mandi. Apartemennya juga hampir tak berisi perabotan apa-apa. Ia memang tidak bermaksud untuk tinggal selamanya di kota ini. Ia sangat mencintai Texas dan berencana untuk menghabiskan seluruh sisa hidupnya di sana, di perkebunan dan perternakannya. Tapi sekarang ini ia tidak lagi yakin, Peyton membuatnya tidak yakin. Demi gadis itu ia rela tinggal di mana saja. Wajahnya memerah saat ia menyadari ia sudah memikirkan hubungannya dengan gadis itu terlalu jauh.

Jensen menggoyangkan kepalanya kuat-kuat seakan berusaha mengocok pikiran itu hingga hancur. Memang siapa dia bagi Peyton. Perasaan yang gadis itu rasakan untuknya mungkin tidak sama dengan perasaan yang ia rasakan untuk gadis itu. Dua kali kencan bukan berarti mereka pasti bersama dan kemudian menikah. Teringat akan Peyton, ia menyadari ia harus segera memberitahu kepergiannya padanya. Ia tak mau gadis itu menunggu kedatangannya dengan sia-sia. Sayang ia belum bisa memastikan kapan ia mungkin kembali dan ia juga tidak tahu sampai kapan kencan mereka harus tertunda. Sakit neneknya cukup keras dan ia tidak akan kembali ke New York sabelum neneknya sembuh total. Jensen menyesali ketidakberuntungannya itu, bisa jadi hubungannya dengan Peyton sudah jauh berubah saat ia pulang nanti dan ia mungkin tidak dapat lagi mengajaknya kencan. Tapi bagaimanapun keluarga adalah yang terpenting baginya, tak ada satupun alasan yang dapat mencegahnya untuk pulang saat ini. Lagipula kalau memang Peyton jodohnya, mereka tentu akan bersama pada akhirnya.

Jensen mengganti pakaian tidurnya dan bergegas keluar dari apartemennya. Ia melangkah ke apartemen Peyton sambil melirik jam tangannya. Waktu masih cukup pagi dan hari ini hari sabtu. Ia tak yakin Peyton sudah bangun karena itu ia memutuskan ia hanya akan mencoba untuk mengetuk pintu tiga kali saja. Bila tidak ada tanggapan, ia akan menulis surat dan menyelipkannya di bawah pintu. Jensen bergegas kembali apartemennya untuk mengambil kertas dan pensil, mengantonginya dan kembali berjalan ke arah apartemen Peyton.

Jensen tak perlu menunggu lama sebelum pintu dibukakan. Hanya perlu tiga ketukan dan pintu terbuka tak lama sesudahnya. Peyton berdiri di balik pintu, terlihat jelas ia baru saja bangun tidur. Terkejut akan kehadirannya, Peyton cepat-cepat menarik celana pendeknya ke bawah agar tidak terlihat terlalu pendek. Ia kemudian melemparkan senyumnya pada Jensen dengan kaku, kedatangannya Jensen saat ini membuatnya salah tingkah. Jensen membalas senyumnya dengan perasaan tak jauh berbeda. Ia berusaha menahan keinginannya untuk melihat apa yang dikenakan Peyton saat itu. Hatinya saat itu berdegup kencang dan ia merasakan desir aneh di perutnya. Peyton meniup udara perlahan dari mulutnya, tak menyangka ia bisa semalu itu hanya karena mengenakan celana yang terlalu pendek di hadapan Jensen. Ia biasa mengenakan apa saja yang ia suka dan tidak pernah sedikitpun memikirkan apa yang mungkin dipikirkan orang karenanya.

Peyton membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan Jensen masuk. “ Kau suka kopi seperti apa?” tanyanya sambil menunjuk ke arah dapur.

Jensen menggeleng. “Aku harus segera pergi ke airport. Aku harus kembali ke Texas untuk suatu urusan,” ujarnya terdengar buru-buru.

“Ohh.” Peyton bisa menebak maksud kedatangan Jensen.

“Karena itu janji kita malam ini harus dibatalkan.” Jensen melihat Peyton dengan raut wajah menyesal. Peyton mengerti kekecewaan yang pria itu rasakan karena ia pun merasakan hal yang sama.

Peyton mengangguk. “Kita bisa menggantinya lain hari,” janjinya dengan nada menghibur.

Jensen tersenyum bahagia, untung baginya Peyton tidak keberatan untuk menunda kencan itu di kemudian hari.
“Aku harap kau tidak melupakan kata-katamu itu, karena aku akan mengajakmu kencan segera setelah aku pulang,” ujarnya sambil menatap Peyton dengan penuh harap. Matanya memancarkan kelembutan yang penuh arti. Peyton menangkap tatapan itu dan ia tak berani menatap Jensen lama-lama.

“Tentu,” ucap Peyton dengan yakin sambil menambahkan sedikit ekspresi menggoda pada wajahnya. Jensen tertawa melihatnya dan tawa Peyton ikut pecah karenanya. Peyton merasa bahagia karena ia baru saja menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak keberatan untuk kencan dengan pria itu lagi.

“Baiklah, aku harus segera pergi,” kata Jensen dengan berat hati. Peyton tersenyum manis ke arah Jensen dan mengangguk. Ia kemudian mendahului Jensen ke arah pintu dan membukanya lebar-lebar.
“Bye,” ujar Jensen perlahan.

“Seeya,” jawab Peyton sambil berusaha menatap Jensen yang sejak tadi masih terus menatapnya dengan pandangan penuh arti yang membuatnya jengah itu. Jensen terlihat enggan untuk melangkah namun ia akhirnya pergi juga.

“Tunggu,” ujar Peyton tiba-tiba saat Jensen baru saja melangkah ke luar. Jensen menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Peyton dengan heran.

“Tunggu,” ujar Peyton lagi. Ia lalu berlari ke arah kulkas dan kembali dengan sandwich yang terbungkus rapi di tangannya. Peyton menyodorkan sandwich itu pada Jensen.

“Kau pasti tidak sempat makan pagi, mungkin ini dapat membantu,” ujarnya dengan penuh perhatian.

Jensen mengambil sandwich itu sambil menatap Peyton dengan lembut.

“Terimakasih,” ujarnya lembut selembut tatapan matanya yang saat ini mulai terasa menghanyutkan bagi Peyton. Jensen menyukai dan sangat menghargai perhatian yang ditunjukkan Peyton padanya. Perhatian kecil yang membuatnya hatinya terasa hangat. Ia sekarang mengerti apa artinya cinta menjadikan segala sesuatunya begitu berarti.

Cinta

Jensen menyadari ia baru saja memikirkan kata itu. Belum sempat ia memikirkannya lebih lanjut, Peyton sudah bergerak maju ke arahnya. Peyton menjijitkan sedikit kakinya dan memeluknya ringan. Jensen terkejut , tak menyangka ia akan mendapat pelukan dari gadis itu, tapi dengan cepat ia bereaksi. Jensen mendorong Peyton dengan lembut ke arahnya dan memeluknya lebih erat. Peyton memejamkan matanya, membiarkan dirinya berada di dalam pelukan Jensen lebih lama sebelum akhirnya ia mengusap punggung Jensen dengan lembut dan menarik tubuhnya dari pelukan pria itu.

“Aku akan sangat merindukanmu,” ujar Jensen dengan lembut. “Semoga kau juga memikirkanku dan merindukanku,” ujarnya lagi dengan sungguh-sungguh. Peyton mengangguk. Tentu saja ia akan memikirkan Jensen dan merindukannya.

“Semoga perjalananmu aman dan menyenangkan,” ujarnya dengan tulus. Jensen mengangguk. Ia kemudian memundurkan langkahnya sedikit demi sedikit. Pandangan masih tertuju kepada Peyton seakan tak rela untuk meninggalkannya. Ia lalu melambaikan tangannya satu kali dan membalikkan badannya. Dengan cepat ia melangkah ke apartemennya.

Peyton menutup pintu perlahan-lahan. Senyumnya mengembang lebar saat ia membayangkan kepolosan Jensen dalam mengeskpresikan perasaannya. Peyton berdiri bersandar di pintu untuk beberapa saat. Apa yang saja terjadi pada dirinya dan Jensen membuatnya tersipu sekarang. Peyton memejamkan matanya, memutar kembali apa yang baru saja terjadi di pikirannya.

Lamunannya itu belum berakhir tuntas saat terdengar suara pintu terbuka dengan suara cukup keras. Mata Peyton terbuka dengan cepat. Saat itu Brooke keluar dari kamarnya sambil menggosok matanya dengan punggung tangannya. Pakaian yang dikenakannya sangat minim, jauh lebih minim dari apa yang dikenakan Peyton saat itu dan hanya satu langkah lebih dari apa yang disebut tak berpakaian. Peyton tidak dapat menahan diri untuk tersenyum, ia tidak dapat membayangkan bagaimana reaksi Jensen kalau ia tadi sempat melihat Brooke dalam pakaian seperti itu. Brooke menatap Peyton dengan heran, menanyakan apa maksud senyumnya itu. Peyton pura-pura tidak melihat hal itu dan melenggang ke arah kamarnya dengan santai. Pagi ini akan ia habiskan dengan membaca sebelum ia bersiap-siap untuk memenuhi janji makan siangnya. Hari yang dibilang Brooke sebagai hari kencan ganda pertama kalinya dalam hidupnya, harus berakhir dengan 1 saja. Baginya janjinya dengan Julian tidak cocok disebut sebagai kencan. Julian mengatakan dengan jelas bahwa maksudnya adalah ingin membicarakan tentang kerja sama mereka. Sedangkan dengan Jensen, mereka memang akan pergi berkencan. Ia menikmati waktu yang dihabiskan dengan Jensen selama ini dan ia sudah tidak sabar menanti kencannya dengan Jensen malam ini. Sayang sekali janji itu harus dibatalkan. Ia baru saja sepenuhnya memikirkan kemungkinan berkembangnya hubungannya dengan Jensen setelah seminggu ini ia berhasil menahan dirinya untuk tidak menelepon Jake dan perlahan melepaskannya dari tempat terpenting di hatinya.
***

Lucas sejak tadi sibuk mengganti dasinya dari dasi yang satu ke dasi lainnya, hingga tak ada satupun dasi yang tersisa di lacinya. Ia tak mengerti mengapa hari ini ia sulit sekali memilih dasi yang cocok dengan kemeja berwarna merah marun yang sering dipakainya itu. Lucas melemparkan dasi yang sedang dipegangnya ke arah laci dengan kesal. Ia kemudian membuka kemejanya dan menggantinya dengan kaus lengan panjang. Ia melihat dirinya sekali lagi di kaca. Perasaannya masih tetap tidak puas, tapi ia memutuskan untuk membiarkannya.

Julian menoleh ke arah Lucas yang baru saja melewati pintu kamarnya. Ia melirik ke arah jam tangannya dan menyadari sudah waktunya baginya untuk melanjutkan aksi pura-puranya dan segera pergi dari sana. Ia menghabiskan kopinya cepat-cepat. Ia tak mau Lucas mengira ia sedang bersantai dan akhirnya membatalkan semuanya.

Julian baru saja berhasil menjebak Lucas untuk pergi berkencan dengan Peyton. Kencan memang bukan kata yang tepat tapi ia berharap makan siang Lucas dengan Peyton nanti akan berakhir menyenangkan dan dapat mendorong mereka ke kencan berikutnya. Pagi tadi ia mengatakan pada Lucas bahwa ia perlu bertemu dengan Nathan untuk mengurus sesuatu yang berhubungan dengan kontrak yang baru saja berhasil mereka menangkan kemarin dan setelahnya ia bilang padanya bahwa ia berharap Lucas dapat menggantikannya untuk pergi makan siang bersama Peyton. Ia ingat wajah protes yang Lucas berikan saat ia mengatakan itu. Wajah protesnya saat itu sama sekali tidak disertai dengan rasa jengkel atau marah di antaranya. Melihat Lucas tidak marah saja, baginya hal itu sudah lebih dari menjanjikan.

“Mengapa tidak kau batalkan saja? Kau yang membuat janji dengannya,”ujar Lucas saat itu dengan kening berkerut tapi sekali lagi tidak terdengar nada jengkel ataupun marah di suaranya itu.

“Karena aku tidak enak hati membatalkan janji dengan wanita cantik, lagipula kau bisa membicarakan tentang gambar itu,” ujar Julian dengan nada membujuk.

“Apalagi yang harus aku bicarakan?” tanya Lucas heran.

Julian mengangkat bahunya.

“Bagaimana dengan semua yang bisa kaubicarakan?” jawabnya asal. Dalam hatinya ia mengeluh, ia mana tahu apa yang harus Lucas bicarakan. Lucas jarang sekali berkata-kata apapun, tapi setidaknya Lucas tidak sampai diam seribu bahasa saat ia bersama dengan Peyton. Hal kedua yang baginya juga cukup menjanjikan.

Lucas memikirkan hal itu sesaat. Ia lalu berbalik tanpa mengatakan apapun lagi.

“Jadi? Kau pergi kan?” desak Julian sebelum Lucas meninggalkannya begitu saja tanpa memberinya kepastian. Lucas mengangguk dan melangkah keluar dari ruang itu.

Julian terkekeh, tidak menyangka ia berhasil mengelabui Lucas untuk pergi kencan semudah itu. Kalau saja ia tahu, ia tentu akan melakukan hal itu sejak dulu. Tapi ia tidak yakin Lucas akan pernah menyetujuinya. Kalaupun sekarang ia menyetujuinya itu karena pasangan kencannya adalah Peyton. Ia dapat merasakan Lucas memang tertarik pada wanita itu dan sepertinya ia sendiri sudah mau mengakuinya kalau tidak ia tentu tidak akan menerima usulnya ini. Kemajuan yang sangat berarti karena setelah Lauren meninggal, Lucas tidak pernah pergi berkencan dengan siapapun. Kadang ia heran Lucas itu pria atau bukan. Ia sendiri tidak bisa hidup tanpa wanita.
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty Re: New Beginnings - Chapter 10

Post  didar 19th July 2009, 11:49 am

Julian bergegas mengenakan jasnya dan mengangkat tas kerjanya. Ia tahu Lucas sedang memperhatikannya karena itu ia sengaja bergerak secepat mungkin dan tidak memandang Lucas sedikitpun. Setengah berlari ia melangkah ke arah pintu sambil berusaha terlihat sangat sibuk. Ia mengeluarkan blackberry-nya, menyelipkannya di antara telinga dan bahunya kemudian membuka pintu, melangkah keluar dan menutupnya kembali dengan cepat.

Lucas tersenyum tipis saat melihat semua itu. Ia tahu julian sebenarnya tidak sibuk. Ia sudah menelepon Nathan tadi dan ia sudah mendapat kepastian bahwa kontrak itu sudah ada di tangan mereka, tak ada lagi yang perlu mereka bicarakan. Ia tahu ia sebenarnya dapat menolak usul Julian dengan mudah, Julian tidak bisa dan tidak mungkin memaksanya, tapi tentu saja ia sama sekali tidak keberatan dengan hal itu. Ini kesempatan baginya untuk berkencan dengan wanita itu tanpa harus mengajaknya. Ia malas untuk mengambil inisiatif apapun karena itu ia menunda rencananya untuk berkencan dengan Peyton selama ini.

Sudah 2 tahun ia tak pernah berkencan dengan wanita dan hal ini membuatnya gugup. Membayangkan saja sudah membuatnya mual, belum lagi ia tahu tak akan ada yang dapat menggantikan Lauren di hatinya. Tak adil bagi semua wanita itu karena mereka tidak akan berarti apa-apa baginya. Tapi ia mau tidak mau harus berkencan dengan Peyton. Ia ingin menguji perasaannya dan baginya wanita itu masih membuatnya sangat penasaran. Terlebih lagi ia masih berusaha mendapatkan jawaban dari wanita itu dan ia tidak mau menyerah sampai semuanya jelas.
***

Peyton datang untuk memenuhi janji temu makan siangnya dengan Julian lebih awal dari waktu yang mereka janjikan. Untung saja restoran itu mudah ditemukan, kalau tidak saat ini ia tentu menyesal telah menolak tawaran Julian yang berbaik hati menawarkan diri untuk menjemputnya. Saat itu ia mengatakan padanya kalau ia hanya memerlukan alamat restoran itu dan ia akan datang langsung ke tempatnya. Ia tidak ingin janji temu mereka itu terlihat sebagai kencan. Itulah alasannya menolak niat baik pria itu.

Peyton mengarahkan pandangannya ke setiap meja yang ada di restoran itu satu per satu. Ia berharap Julian sudah tiba di sana dan ia dapat segera duduk bersamanya tanpa harus merepotkan siapapun. Belum lagi ia menemukannya, seorang gadis muda berpakaian seragam datang mendekatinya.

“Ada yang bisa kami bantu,” tanya gadis itu dengan ramah.

“Apakah ada reservasi atas nama Julian?” Peyton membalas senyum gadis itu, sejauh ini Kota New York dipenuhi dengan orang-orang yang ramah, tidak seperti apa yang dikatakan sepupunya dan ia bersyukur untuk itu.

Dengan sopan, pelayan itu menyuruhnya menunggu sebentar. Tak lama ia datang kembali dengan buku menu di tangannya dan mempersilakan Peyton untuk mengikutinya. Ia mengantar Peyton ke sebuah ruangan privat yang letaknya terpisah dari ruang makan utama. Di dalamnya terdapat sofa, televisi dan meja kecil yang hanya cukup ditempati oleh 2 orang. Peyton masuk ke dalam ruangan itu dengan perasaan tidak nyaman. Ruangan yang lebih mirip tempat karaoke itu hanya diterangi oleh sebuah lampu remang-remang. Ia tidak mengerti mengapa Julian harus memilih tempat seperti itu bila ia memang hanya bermaksud untuk membicarakan tentang kerja sama yang terjalin di antara mereka.

Gadis muda berseragam itu meletakkan buku menu di hadapannya dan menawarkan bantuannya dengan sopan.
“Aku sedang menunggu orang, terimakasih,” jawab Peyton dengan ramah.

Peyton melihat-lihat sekeliling ruangan di mana ia berada. Ruangan itu cukup luas. Selain lampunya yang remang-remang, ruangan itu sebenarnya cukup nyaman. Keheningan meliputinya dengan cepat saat ia menyadari tidak ada suara apapun yang terdengar dari luar. Rasa tak nyaman kembali memenuhi hatinya. Ia sungguh berharap Julian tidak berpikiran yang tidak-tidak saat ia memesan tempat ini. Ia berusaha menghalau rasa tak nyaman di hatinya itu dan membuka buku menu yang ada di depannya.

Halamannya baru saja setengah berbalik saat ia mendengar pintu terbuka. Refleks, Ia menengadahkan kepalanya. Keningnya dengan cepat berkerut saat ia melihat Lucas memasuki ruangan itu.
Lucas mengatakan sesuatu kepada pelayan yang mengantarnya. Pelayan itu kemudian menekan sebuah tombol . Seketika nuansa ruangan itu menjadi jauh lebih bersahabat. Lampu menyala dengan terang dan ruangan ini kini bagai sebuah ruang makan kecil. Peyton merasa sangat lega.

“Hai,” sapa Peyton dengan nada heran saat Lucas duduk di hadapan kepalanya.

“Julian tidak bisa datang, ia tiba-tiba ada urusan mendadak dan menyuruhku datang menggantikannya,” ujar Lucas, menjawab rasa heran yang tertera dengan jelas di wajah Peyton sambil memberi kode kepada pelayan yang tadi mengantarnya untuk masuk ke dalam.

Peyton mengangkat kedua alisnya. Baginya hal itu terasa aneh. Kalau Julian tidak bisa datang, ia seharusnya membatalkan janji mereka, ia tidak perlu meminta Lucas datang menggantikannya. Sebenarnya memang tidak ada masalah baginya siapa yang duduk di hadapannya saat ini, mengingat pertemuan ini hanya untuk membicarakan kerja sama yang terjalin di antara mereka, bukan untuk kencan.

“Jadi kau datang untuk membicarakan kerja sama kita?” tanya Peyton mencoba memastikannya lagi
“Tidak, aku datang untuk makan siang denganmu. Tidak ada lagi yang harus kita bicarakan tentang kerja sama itu,” jawab Lucas dengan nada tegas. Ia tidak mau mengikuti cara Julian membohongi Peyton.

Peyton merasakan pipinya sedikit menghangat. Entah ia yang berpikiran terlalu jauh atau tidak, tapi ia merasa Lucas baru saja menekankan kepadanya bahwa ini adalah sebuah kencan.

Peyton terdiam, tak tahu harus berkata apa. Lucas memandangnya sejenak lalu menunjuk buku menu yang ada di hadapannya.

“Pesanlah hidangan apa saja yang kau mau, dan Julian yang akan membayarnya,” Lucas terlihat agak jengkel dengan Julian. Peyton tertawa mendengarnya.

Ia kemudian membuka buku menu yang ada di hadapannya itu. Hatinya terasa lega saat ia melihat semuanya ditulis dalam bahasa inggris dan tidak ada satupun hidangan aneh di dalamnya. Hal itu sebenarnya tak mengherankan karena mereka saat ini tidak berada di restoran yang mewah. Mereka berada di restoran kecil yang hanya mencantumkan bir dan minuman ringan di daftar menunya.

“Kau harus mencoba T-Bone Steaknya, sangat enak dan sebagai dessert kau bisa memesan banana split,” ujar Lucas. Peyton menoleh ke arahnya dengan heran. Pria itu bahkan tidak membuka buku menu sedikitpun. Dengan cepat Peyton berhasil menduga, Lucas sering mengunjungi restoran ini sebelumnya.

“Itu hanya anjuran dariku kalau kau belum pernah ke sini sebelumnya. Aku jamin kau tidak akan menyesal memilih hidangan itu,” ujar Lucas sambil tersenyum.

Peyton menutup buku menunya dan menyerahkannya kepada pelayan yang sejak tadi berdiri menunggu di sampingnya. “Seperti yang dia katakan, ditambah jus jeruk,” ujarnya kepada pelayan itu.

“Ditambah dengan 2 porsi cream soup,” Lucas menambahkan sambil menyerahkan buku menu di tangannya. Pelayan itu bahkan tidak menanyakan apa yang dipesan Lucas. Jelas bagi Peyton restoran ini memang yang sering dikunjungi pria itu. Ia mulai merasa heran karena untuk orang sekaya Lucas, restoran ini seharusnya tidak masuk dalam pertimbangannya. Saat itu pikirannya tiba-tiba teringat akan sebagian kisah dalam novel Forever and Almost Always, saat Chad membawa Lauren ke sebuah restoran untuk kencan mereka yang pertama. Insiden yang mereka alami dan bantuan ramah dari pemilik restoran itu membuat mereka menjadikan restoran itu restoran favorit mereka. Definisi yang Lucas gunakan di novelnya itu jelas mengacu pada restoran ini. Baginya itu berarti Lucas menulis bukunya senyata menungkin dan ia memuji ketepatannya dalam menggambarkan suasana dan tempat di restoran ini dengan sangat tepat hingga terbayang dengan jelas di benak pembacanya, persis seperti aslinya.

Rasa hening kembali Peyton rasakan saat Lucas mengeluarkan blackberrynya dan tanpa berkata apapun menyibukkan diri dengannya. Ia memutuskan untuk tidak mengganggunya dan mencoba duduk dengan tenang. Mulanya ia mencoba untuk
mengamati ruangan itu namun perlahan-lahan pandangannya beralih kepada Lucas yang saat itu terlihat sangat serius. Matanya mulai menjelajahinya wajahnya dengan seksama, sesuatu yang jarang dilakukannya pada siapapun. Pria itu terlihat sangat tampan dan luar biasa menawan. Rambut pirangnya ditata dengan rapi. Dagu dan sebagian pipinya ditumbuhi oleh rambut-rambut kecil yang juga rapi terawat. Semua itu membuat pria itu terlihat sangat seksi. Peyton mulai merasakan napasnya kehilangan irama saat jantungnya meninggalkan zona aman dan dengan cepat memasuki zona ambang. Wajahnya perlahan memerah saat ia memandang bibir Lucas dan memikirkan sesuatu di pikirannya. Peyton menyadari ia telah berpikir terlalu jauh. Cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya ke arah meja. Saat itulah matanya menangkap cincin emas terselip di jari manis Lucas.

Lucas meletakkan blackberry-nya di atas meja. “Maaf, ada pesan yang harus aku kirim tadi,” ujarnya dengan nada minta maaf.

Peyton menggelengkan kepalanya. Ia dapat melihat cincin Lucas semakin jelas sekarang. “Tidak apa,” sahutnya cepat dengan nada senormal mungkin. Lucas tersenyum ke arahnya dengan ramah sambil memasukkan blackberry-nya ke dalam sakunya. Peyton balas tersenyum dan mencoba menatap Lucas dengan santai. Duduknya saat ini mulai terasa tidak nyaman.

“Apa kau menikah?” ujarnya memberanikan diri untuk menanyakan hal itu. Lucas memandang ke arahnya dengan heran tapi kemudian ia menyadari apa yang menyebabkan Peyton menanyakan hal itu.

Lucas mengangguk dan menunjukkan cincinnya pada Peyton. Begitu saja, tidak ada penjelasan lebih lanjut darinya. Peyton merasa semakin tidak nyaman. Ia tidak mau terlibat dengan pria beristri. Pikirannya kalut dan mulai memikirkan tatapan aneh yang sering diberikan pria itu kepadanya, ia sungguh tidak menyukai hal itu sekarang. Untung saja Lucas belum mengambil tindakan apa-apa padanya dan ia pun tidak merasa tertarik padanya.

Dahi Peyton berkerut saat ia menyadari ia belum pernah bertemu dengan istri Lucas sebelumnya. Berbagai kemungkinan melintas di pikirannya. Istrinya bisa saja tinggal di kota yang berbeda atau ia sedang pergi ke luar kota untuk beberapa waktu atau mungkin juga mereka sedang berada di ambang perceraiannya. Rasa ingin tahunya semakin memuncak
”Istriku sudah wafat, karena itu kau tidak perlu mengkuatirkan kencan kita sekarang,” ujar Lucas membuyarkan lamunan Peyton dengan cepat. Ia memandang gadis itu lekat-lekat. Pandangannya seolah-olah mengatakan ia dapat membaca apa yang ada di dalam pikiran Peyton saat itu. Hati Peyton terasa lega tapi sekaligus iba akan kehilangan yang dialami oleh pria itu. Fakta bahwa pria itu masih memakai cincinnya adalah bukti bahwa ia masih mencintai istrinya itu.

“Aku turut berduka cita,” Peyton menatap Lucas dengan tulus.

Lucas tidak berkata apa-apa. Tatapannya tak bergeming sedikitpun, ia masih menatap Peyton lekat-lekat, seakan berusaha mencari jawaban di dalam mata gadis itu, yang mungkin tidak ada di hari kemarin tapi ada hari ini. Tatapannya itu lagi-lagi mengurung Peyton dengan cepat, dan membuatnya matanya tertarik ke mata Lucas bagai magnet yang menempel dengan kuat. Semua itu memang hanya berlangsung dalam hitungan detik tapi rasanya lebih lama dari itu bagi Peyton.

Peyton menyesali hal itu, ia tidak seharusnya membiarkan dirinya terbawa begitu saja ke dalam tatapan pria itu. Ia sungguh tak dapat menebak apa yang sedang Lucas pikirkan. Tidak terpancar di matanya tatapan penuh arti yang dengan jelas dapat dibacanya pada mata Jensen.Tidak juga terpancar apapun yang membuktikan bahwa pria itu memang tertarik padanya. Yang ada hanyalah pandangan penuh ingin tahu dan itu sungguh membuatnya tak nyaman.

Situasi itu untung saja diselamatkan oleh kedatangan pelayan yang datang mengantarkan pesanan mereka. Lucas mengubah posisi duduknya dan mulai mempersiapkan diri untuk menyantap hidangan. Peyton merasa lega, ia kini sudah terbebas dari apa yang belum pernah berhasil dipahaminya itu. Ia tak mengerti apa yang Lucas cari dari dirinya. Ingin ia menanyakannya tapi ia tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk itu.


Last edited by didar on 19th July 2009, 1:46 pm; edited 1 time in total
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty Re: New Beginnings - Chapter 10

Post  didar 19th July 2009, 11:51 am

Sejenak mereka disibukkan oleh hidangan mereka masing-masing. Peyton menunduk, berusaha menekuni makanan yang ada di piringnya. Sesekali ia melirik ke arah Lucas dengan ujung matanya. Pria itu makan hampir tak bersuara dengan gaya yang sangat anggun. Ia terlihat seperti seorang pangeran yang sejak kecil sudah diarahkan untuk menaati sopan santun di meja makan.

Peyton tergelitik untuk menanyakan hal itu. “Apa kau sudah diajarkan tata cara makan sejak kecil?” tanyanya dengan suara pelan, berharap ia tidak mengganggu Lucas makan.

Lucas menoleh ke arahnya. “Apa terlihat begitu jelas?” Pria itu balik bertanya dengan nada heran, sepertinya bukan Peyton saja yang pernah menanyakan hal itu.

“Yeah,” jawab Peyton sambil tersenyum. Lucas tertawa kecil. Pertanyaan itu adalah pertanyaan pertama yang ditanyakan Lauren padanya saat mereka kencan pertama kalinya. Ia merasa jauh lebih santai sekarang. Pikirannya yang tadi sempat gundah karena dipenuhi oleh kecurigaan tak berdasar sekarang sudah jauh lebih baik karena pertanyaan Peyton itu. Entah mengapa ia senang Peyton menanyakan pertanyaan itu dan hatinya terasa hangat.

Lucas meletakkan pisau dan garpunya di atas meja. Ia lalu menyandarkan tubuhnya sepenuhnya ke sandaran kursi di belakangnya. Peyton dapat merasakan Lucas sudah jauh lebih relaks.

“Kau harus melihat saat aku makan di restoran fast food, maka kau akan mengira aku ini koboi yang tak pernah hidup menetap,” ujarnya sambil terkekeh.

Peyton menatap Lucas dengan pandangan tak percaya. Sampai kapanpun ia tak akan pernah dapat membayangkan Lucas sebagai koboi, pria itu terlalu rapi dan teratur.
“Sampai kapanpun kau tidak akan terlihat seperti koboi bagiku,” ujar Peyton mengucapkan keras-keras apa yang ada di pikirannya.

“Karena?” Lucas mengangkat sebelah alisnya sambil menolak kedua tangannya di depan dadanya. Ia sepertinya tidak bersedia menerima pendapat itu.

“Karena kau terlalu wangi dan bersih untuk menjadi koboi,” jawab Peyton sambil tertawa kecil.

Sejenak Lucas memandangnya dengan pandangan protes, sebelah alisnya terangkat dan ia terlihat begitu manis saat itu. Setelahnya ia tertawa. Kali ini begitu lebar hingga lesung pipitnya tercetak dengan jelas di kedua pipinya. Peyton memandang Lucas dengan lembut. Tawanya tadi dengan cepat membungkus hatinya dengan kehangatan yang membuatnya merasa nyaman. Ia yakin ia akan dengan mudah menyukai pria itu kalau saja ia sering-sering mengeluarkan ekspresi seperti itu di wajahnya dan tertawa lepas hingga memamerkan kedua lesung pipitnya.

Lucas memegang kembali pisau dan garpunya. “Bagaimana, apa menurutmu makanannya enak?” tanyanya dengan hangat.

Gunung es yang semula menghalangi mereka seolah kini hancur, pecah berkeping-keping ditabrak oleh perahu besar yang berbaik hati menyisakan jarak yang tak lagi sulit mereka atasi.

Peyton mengangguk. “Apa kau sering makan di sini?” tanyanya dengan riang, nada yang bisa terdengar kalau ia merasa bahagia.

“Iya, dengan istriku dulu,” jawab Lucas dengan kaku. Raut wajahnya seketika berubah menjadi tegang. Ia sebenarnya hampir tidak jadi datang saat Julian mengirimnya pesan singkat memberitahunya untuk datang ke tempat ini. Itulah yang membuatnya sibuk dengan blackberry-nya tadi, mengirim pesan disertai makian pada Julian karena ia dengan seenaknya memilih restoran ini dan memesankan tempat duduk yang biasa ia tempati bersama Lauren. Julian seharusnya tahu lebih dari siapapun ia tak pernah lagi datang ke tempat ini dan tak berniat melakukannya sampai kapanpun. Kalau saja ia tidak enak hati membiarkan Peyton sendirian, ia tentu tidak akan datang.

Peyton melihat perubahan wajah Lucas dan menyadari kalau ia telah membuka salah membuka topik. Dengan gemas ia mengumpat dirinya. Mereka baru saja menghangatkan diri pada satu sama lain dan semuanya berubah dalam sekejap karena pertanyaannya itu.

“Maaf kalau aku sudah mengingatkanmu pada istrimu,” ujar Peyton dengan nada menyesal

Lucas menggelengkan kepalanya. “Tidak apa, aku tidak marah padamu. Aku marah pada seseorang dan aku tidak apa-apa sekarang,” ujar Lucas dengan lembut. Ia tahu betapa cepat suasana hatinya berubah bila ada hal yang bersangkutan dengan Lauren dan ini seringkali menempatkan orang yang ada bersamanya dalam posisi serba sulit.

“Aku sudah menyelesaikan sampul bukumu itu,” ujar Peyton. Ia sudah belajar bagaimana mengalihkan topik pembicaraan antara dirinya dan Lucas dengan tepat dan cepat. ia berharap topik ini dapat membuat percakapan mereka kembali hangat seperti sebelumnya.

“Bagus, kapan kau bisa menyerahkannya padaku?” tanya Lucas.

“Bagaimana kalau hari besok aku datang ke rumahmu dan menyerahkannya langsung kepadamu?”

“Tentu, aku sudah tidak sabar ingin melihatnya,” sahut Lucas dengan antusias. Wajahnya terlihat bergairah. Peyton tersenyum lebar melihatnya, hatinya terasa lega karena pria itu mulai terlihat jauh lebih baik dan semakin mendekati dirinya yang terbuka dan terlihat manis sebelumnya.

“Dan aku sudah tidak sabar untuk menggambar sampul bukumu yang kedua,” ujar Peyton sedikit berbisik dengan nada dramatis.

Lucas tertawa. “Tentu saja, lebih cepat lebih baik,” ujarnya dengan tulus.

Peyton tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya dengan semangat. Ia memang ingin sekali memulai tugasnya yang kedua itu. Lucas memandangnya dengan lembut, menikmati senyum yang yang terbentuk di wajah gadis itu, matanya yang hijau berbinar indah saat ia tersenyum dan untuk beberapa detik ia terlihat seperti anak kecil, sangat manis.

“Aku punya satu rahasia tentang bukumu itu,” ujar Peyton sambil meletakkan sendoknya dengan rapi di atas piringnya yang sudah bersih.

Lucas mengangkat sebelah alisnya dengan cukup ekspresif, sebelah matanya terpicing mengikuti gerak alisnya itu.

“Kau tidak akan mengatakan bahwa kau jatuh cinta pada tokohku itu lagi kan?” tanyanya dengan nada ngeri.

“Apa? tentu saja tidak,” sahut Peyton dengan cepat walau ia tahu Lucas sedang bercanda.

Lucas pura-pura terlihat sangat lega. Peyton tertawa melihatnya.

“Sudah terlalu sering aku mendengar orang-orang terutama para wanita mengatakan betapa mereka mencintai Chad,” ujarnya dengan nada ngeri, seakan semua itu membuatnya terganggu.

“Yeah?” tanya Peyton, terdengar penasaran. Ia memang sudah bisa menebak Chad pasti membuat banyak wanita jatuh hati tapi ia juga ingin mendapat kepastian itu dari Lucas sendiri yang mungkin sering mendapat surat dari pembacanya.
“Yup, karena itu kau boleh berlega hati karena kau bukan satu-satunya orang aneh di mataku,” jawab Lucas sambil terkekeh.
“Kalau begitu aku akan mendirikan fans club untuk Chad dan kami para fansnya bisa berbagi tentang betapa kami mencintai Chad,” ujar Peyton sambil tergelak.
Lucas pura-pura menggidikkan tubuhnya seolah-olah ngeri membayangkan semua itu. Peyton tertawa lepas. Ia lalu menoleh ke arah Lucas pura-pura jengkel. Lucas tertawa kecil.

“Jadi siapa yang merekomendasikan novel pertamaku itu kepadamu?” tanyanya dengan nada santai.

“Itulah rahasia yang ingin aku katakan,” ujar Peyton sadar ia belum mengatakan rahasianya

Lucas menaikkan kedua alisnya.

“Sebenernya aku sudah menjadi penggemarmu jauh sebelum buku itu terbit,” sahut Peyton setengah berbisik, sebelah tangannya membentuk corong di samping mulutnya.

Lucas menaikkan kedua alisnya lebih tinggi.

“Bibiku bekerja di salah satu penerbitan. Saat itu perusahaan tempatnya bekerja menerima kopi bukumu dan ia diam-diam mengopinya dan mengirimkannya padaku,” ujar Peyton menjelaskan apa maksudnya. Lucas hanya tersenyum.

“Bibiku bilang cerita di bukumu itu adalah cerita paling menyentuh yang pernah ia baca. Walau perusahaannya menolak untuk menerbitkannya, ia sepenuhnya yakin bukumu pasti terbit dan akan meraih sukses. Tentu saja perkiraan bibiku tepat, bukumu terbit 6 bulan kemudian dan dengan cepat menaiki tangga best seller.” Nada bangga terdengar jelas di kata-katanya. Lucas tak pasti nada bangga itu untuknya atau untuk bibinya, tapi ia senang mendengar gadis itu menceritakan hal itu. Setidaknya itu berarti ada 2 orang yang menghargai bukunya jauh sebelum orang lain.

“Jadi aku terobsesi pada Chad lebih lama dari kebanyakan orang, itu artinya aku harus menjadi president fans club nya nanti,” tambahnya lagi dengan nada bercanda.
Hati Lucas seakan tercekat saat ia mendengar hal itu. Ia sudah mencurigai sesuatu sejak tadi tapi dengan cepat ia menghalau kecurigaan itu. Ia memandang Peyton lekat-lekat dan memutuskan untuk tak memikirkan lagi hal itu selama belum ada dasar yang kuat baginya.
***

“Terimakasih, kau telah berbaik hati untuk mengantarkanku sampai ke apartemen,” ujar Peyton sambil memegang kunci apartemennya. Ia memandang ke arah Lucas dengan pandangan berbeda sekarang. Waktu yang baru mereka habiskan bersama tadi walau terasa naik turun tapi baginya pria itu punya sisi menyenangkan yang sulit ditolak.

Lucas mengangguk. Ia tak bisa memungkiri makan siang tadi telah mengeluarkan sisi yang jarang yang ia tunjukkan pada siapapun kecuali pada Lauren. Gadis di hadapannya ini benar-benar mengingatkannya pada Lauren.

Bukan. Mata Lucas menelusuri wajah Peyton dan ia dapat merasakan keinginannya untuk mencium gadis itu saat ia tatapan berhenti di bibirnya.

Ia lebih sempurna dari Lauren. Saat pikirannya berkata seperti itu, saat itu juga semua yang dirasakan Lucas pudar.

Hati Lucas terasa sakit saat ia tahu ia sendiri berpikir demikian. Lauren mungkin cacat, tapi bukan berarti ia kurang bila dibanding Peyton. Ia membenci pikiran yang timbul di hatinya itu. Tangannya mengepal kuat berusaha menahan luapan emosinya saat itu.

“Apa kau masuk?” tanya Peyton. Kepalan tangan Lucas seketika mengendur.

“Tidak, mungkin lain kali,” jawab Lucas dengan sopan. Ia lalu tersenyum dan melangkah pergi dari sana.
***
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty catatan penulis

Post  didar 19th July 2009, 2:10 pm

okay.. bab ini terdiri dari 5000 kata.. lebih panjang lagi chapter sebelumnya.. harusnya gw bagi 2 ya.. hehe..
trus yah.. gw agak kewalahan juga nulisnya.. ini tuh adegan penting bagi gw.. ada sesuatu yang gw harus buka pelan2.. dan harus ada sesuatu di kencan pertama leyton .. gw ga bisa mikirin adegan dramatis buat mereka.. setidaknya ga di kencan mereka ini.. tapi yah ada sesuatu yang gw mulai buka untuk suatu plot penting yang bakal jadi salah satu adegan klimaks di FF gw.. hehe..

kemarin tuh pas ngedit.. gw kyk bikin baru lagi.. banyak hal gw ganti.. trus ada 1 part.. yang terpaksa gw oper ke chapter selanjutnya.. karena gw baru nyadar time line nya ga cocok.. en sekarang juga tetep ga cocok.. tapi yah boleh deh.. masih bisa dimasukin..

tadinya ada breyton di chapter ini.. tapi gw oper ke chapter berikutnya.. gw pas nulis ini pusing sendiri gimana cara pilih kata yang tepat.. haha.. en gw masih belum puas sampe sekarang.. so untung deh gw oper ke chapter berikutnya yang bakal gw edit en posting besok..
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty Re: New Beginnings - Chapter 10

Post  Shan2 19th July 2009, 8:13 pm

Aduh, g suka banget bab ini...

Goodbye jensen... Tp dia tetep ganteng. Hehe

Kencan leyton so sweet.. N g bisa bayangin semuanya. Bgs !

N g skr jd makin penasaran nih. Lauren cacat ? Duh, penasaran abis.

Please.. Please.. Bab selanjutnya jangan lama-lama. Hehehe
Shan2
Shan2
FF addicted
FF addicted

Posts : 138
Join date : 2009-07-14

http://lusiana.web.id

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty Re: New Beginnings - Chapter 10

Post  didar 19th July 2009, 11:28 pm

hehe.. apa maksud elo good bye jensen tapi dia tetep ganteng.. hahaha.. ngakak gw.. komen elo ada-ada aja..
ntar pas gw munculin lagi jensen dia bakal tambah ganteng.. haha.. emang udah ganteng diapain juga tetep ganteng..

bentar ya gw lagi ngedit.. mungkin ntar malem gw post.. tapi gw bagi dua neh.. en sebenernya itu ga boleh dibagi 2.. duh.. tapi gimana ya cape ngeditnya.. haha... tapi kalo dibagi gw ada sesuatu yang ketunda.. tapi gw usahain ga dibagi dua..
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty Re: New Beginnings - Chapter 10

Post  Shan2 19th July 2009, 11:41 pm

iya abisnya si jensen buru2 mau pergi gt. jd g kan kehilangan 1 cogan. hehehehe

okay, g dengan sabar menanti lanjutannya nih... jangan lama2 donk, g tersiksa nih ama penasaran... aduh... sebel deh kalo penasaran.

jangan dibagia dua deh gpp panjang juga, drpd ntar elo baginya di bagian yg bener2 gantung, kan g yg baca yg repot penasaran. hahaha

ok jia you !
Shan2
Shan2
FF addicted
FF addicted

Posts : 138
Join date : 2009-07-14

http://lusiana.web.id

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty Re: New Beginnings - Chapter 10

Post  didar 20th July 2009, 2:38 am

komen elo yang tentang Jensen masih bikin gw ngakak .. haha..
tuh udah gw post.. tapi.. dibagi 2.. dengan sangat menyesal.. tapi semoga aja besok udah bisa gw post sisanya.. en besoknya chapter selanjutnya.. gw tadi ketiduran.. en bangun neh subuh2.. inget belum post.. hehe..

btw.. gw dah baca lanjutan FF elo.. tapi gw minta waktu besok aja buat kasih komen.. gw mau tidur lagi.. hehe...
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty Re: New Beginnings - Chapter 10

Post  Shan2 20th July 2009, 3:23 am

ya ampun, g sampe mengganggu tidur elo yah... duh... maap..

sip dah langsung g baca deh. hehehe...

ok, g tunggu juga komen elo nih.. hihihi...
Shan2
Shan2
FF addicted
FF addicted

Posts : 138
Join date : 2009-07-14

http://lusiana.web.id

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 10 Empty Re: New Beginnings - Chapter 10

Post  Sponsored content


Sponsored content


Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum