New Beginnings
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

New Beginnings - Chapter 01

Go down

New Beginnings - Chapter 01 Empty New Beginnings - Chapter 01

Post  didar 11th July 2009, 10:31 am

Jalanan di kota New York saat itu masih basah. Hujan baru saja menyapa dan udara terasa dingin tak bersahabat . Orang-orang merapatkan mantelnya dan melangkahkan kakinya cepat-cepat.

Peyton melirik jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 7. Matahari sudah tak lagi menampakkan diri, digantikan tugasnya oleh lampu-lampu reklame yang bertebaran di setiap bagian kota. Ia baru saja mengikuti kursus melukis yang sudah lama ia dambakan dan saat itu ia merasa begitu bahagia. Impiannya untuk menjadi seorang pelukis sedikit demi sedikit mulai terbuka. Selama ini melukis adalah tempat pelariannya dari segala kebisingan hidupnya. Pada saat ia butuh ketenangan, melukis menjadi satu-satunya tempat ia bersandar.

Ia memang belum lama pindah ke New York,kota terbesar di dunia yang menawarkan begitu banyak perbedaan, begitu banyak cita rasa. Kota ini juga seakan menawarkan begitu banyak kesempatan yang membuat harapan di hatinya melimpah ruah. Ia bukan gadis yang pesimis tapi memulai karir melukis pada usia 24 tahun dirasa keluarga maupun teman-temannya bukanlah waktu yang tepat, walau mereka juga tidak bisa mengatakan dengan pasti kapan seharusnya seseorang memulai karir sebagai seorang pelukis. Mereka sebenarnya sangat mendukung hasratnya untuk menjadi pelukis tapi mereka terlebih lagi sangat menyayangkan keputusannya untuk pergi ke NY sendirian dan meninggalkan Jake tunangannya di Wilmington. Ayah dan ibunya bahkan sangat kecewa dengan keputusannya itu. Tapi baginya inilah waktunya. Waktu untuk mengejar impiannya. Sekarang atau tidak selamanya.

Tepat di ujung belokan tak jauh di hadapannya berdiri gedung tua nan eksotis, di sanalah apartemennya berada. Ia berbagi kamar dengan teman SMU-nya, gadis cantik bernama Brooke yang sekarang sudah menjadi pemilik butik ternama di NY.
Peyton tersenyum kecil saat ia mengenang kembali betapa antusiasnya Brooke menyambutnya di stasiun 4 hari yang lalu.

Pelukan hangat gadis itu mengingatkannya akan saat-saat mereka bersama di Wilmington. Mereka sudah menjadi teman baik sejak kecil. Persahabatan mereka sudah melewati waktu lebih dari 1 dasawarsa dan mereka sangat bersyukur akan hal itu.
Peyton begitu terhanyut dalam lamunannya sampai sampai Ia tak menyadari kalau ia telah tiba di depan gedung apartemennya, hampir saja ia menubruk seseorang di depannya. Untung saja ia segera menyadarinya. Ia pun melangkah mundur. Hanya selangkah, tak dinyana ujung sepatunya malah menginjak kaki seseorang. Ia membalikkan badannya dengan cepat. Di hadapannya berdiri seorang pria dengan pakaian ala koboi, memandangnya dengan tajam. Pria itu tidak terlalu tinggi tapi juga tidak pendek, bisa dibilang ideal untuk ukuran pria barat. Wajahnya yang sangat tampan mengingatkannya pada seorang aktor ternama yang tak ia ingat namanya. Posturnya sangat tegap dan berisi. Walau pandangan matanya terlihat tajam, ia dapat merasakan kalau pria itu tidak marah. Lebih dari dugaannya, pria itu malah membuka topi koboinya dan mempersilakannya masuk terlebih dahulu. Peyton tersenyum dan melangkah masuk ke dalam.

“Sudah lama tinggal di apartemen ini?” Peyton mencoba membuka pembicaraan saat pria itu melangkah tepat di sampingnya. Ia melirik pria itu dari ujung matanya. Pria itu sedang memakai kembali topinya.

“Baru saja pindah kemarin,” Suaranya yang beraksen itu terdengar agak kaku,seakan menjaga jarak.
“Namaku Peyton, Peyton Sawyer. Aku baru saja pindah dari Wilmington” ujar Peyton sambil menjulurkan tangannya.
Pria itu membuka topinya dan kemudian menjulurkan tangannya. Genggamannya terasa kuat dan mantap mencerminkan pria yang biasa bekerja dengan tenaga fisik.

“Jensen Ackles, dari Texas” katanya sambil memandang Peyton dengan tajam. Peyton menganggukkan sedikit kepalanya dan tersenyum. Jensen pun balas mengangguk sambil memegang topinya di depan dadanya.
Tiba di depan lift, mereka menekan tombol lift hampir bersamaan. Sekilas tangan Jensen menyentuh permukaan tangan Peyton. Jensen dengan cepat menarik tangannya. Hal itu sepertinya membuatnya gugup, Ia membuka topinya dan mengusap rambutnya perlahan. Suasana menjadi sedikit canggung. Untung saja pintu lift saat itu langsung terbuka. Peyton melihat ke arah Jensen dan pria itu sekali lagi mempersilakannya masuk terlebih dahulu.

“Mam, kau ingin menekan angka berapa?” tanya Jensen dengan sopan sambil menekan tombol untuk dirinya sendiri.
Peyton baru saja akan menjawab saat ia melihat tombol angka 9 sudah menyala. Hampir saja ia mengucapkan sesuatu tentang hal itu tapi mengingat kejadian sebelumnya, ia memutuskan untuk berbicara seperlunya dengan pria itu.
“Kita menuju lantai yang sama, terimakasih,” ujarnya sambil tersenyum.

Jensen pun menganggukkan kepalanya dengan sopan.

Lift membawa mereka dengan cepat ke lantai 9. Pada saat lift terbuka, Peyton sekali lagi mengganggukkan kepalanya dengan sopan ke arah Jensen dan melangkah keluar.
***

Peyton menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Hidungnya baru saja menangkap aroma sedap masakan Italia saat Brooke keluar dari dapur dengan celemek di tangannya.

“Kau sudah pulang? Ayo, ceritakan dengan detil tentang kegiatanmu terutama kursus melukis hari ini!” tanyanya dengan antusias sambil menaruh celemeknya ke dalam lemari.

Peyton tersenyum lebar ke arahnya. Senyum brooke pun ikut mengembang. Ia dapat merasakan kebahagiaan temannya itu.
“Well.. aku sangat sangat menyukainya. Hari ini aku belajar tentang teknik dasar melukis. Baru saja pelajaran dasar tapi sudah begitu banyak yang dapat aku pelajari. Aku bahkan sudah tak sabar menunggu pelajaran berikutnya,” Peyton menjawab tak kalah antusias. Melukis memang bagian yang sangat penting dalam hidupnya.

“Dan.. yang terpenting .. Pengajarnya sangat tampan. Ia orang asia, mungkin Chinese. Aku juga ngga pasti. Wajahnya sangat asia dan sangat enak untuk dipandang.” Peyton tertawa kecil.

“Pria tampan, itu yang paling kaubutuhkan saat ini, ya kan?” Brooke melangkah menuju sofa sambil tertawa lalu duduk di samping Peyton.

“Haha.. mengapa kau berpikir seperti itu? FYI di daftarku saat ini pria ada di urutan terakhir.” Peyton berhenti sejenak. Raut wajahnya perlahan berubah. Kebahagiaan yang tadi terpancar jelas di wajahnya mulai tertutup oleh awan kesedihan.
“Aku benar-benar tidak ingin terlibat dengan pria manapun dalam waktu dekat.Setidaknya sampai aku bisa melupakan Jake,” ucapnya dengan suara sedikit tercekat sambil mengalihkan pandangannya dari Brooke.

Brooke menggenggam tangan Peyton sebagai tanda simpati dan menggerakkan tangannya yang lain untuk memeluk pundaknya. Sampai sekarang ia masih tidak percaya hal itu benar-benar telah terjadi.

“Coba ceritakan mengapa pertunanganmu dengan Jake bisa batal? Bukankah kalian bagaikan soulmate, tidak bisa hidup tanpa satu sama lain? Kalian bahkan sudah mulai pacaran sejak high school.” Siapapun tahu bahwa kalian tercipta untuk satu sama lain.” Ia berusaha menjaga suaranya tetap tenang. Ia tak ingin temannya tahu betapa kecewa dan sedih ia akan hal itu.

“Sebenarnya aku dan jake ngga secocok yang kalian semua kira. Kami memang saling mencintai. Tapi kadang aku merasa ia tidak pernah mengerti hasratku, ia ingin membangun keluarga kecil yang harmonis. Tentu saja aku juga menginginkan hal itu. Tapi aku juga tidak akan memaafkan diriku kalau aku tidak memberi diriku kesempatan untuk menggapai mimpiku. Kau tahu Brooke, impianku dari kecil adalah menjadi seorang pelukis. Ibuku tidak dapat mencapai impian itu karena ia menikah muda. Dan kau tahu umurku sekarang tidak lagi muda. Aku sudah menundanya terlalu lama. Dan apa itu soulmate? Bagaimana kau tahu seseorang adalah soulmate yang kau tunggu atau bukan?” Peyton berhenti berbicara seakan ia mencoba mencari jawaban dari pertanyaan itu di dalam hatinya.

“Jadi?” Brooke mencoba mendesak lebih lanjut. “Maksudku kau belum menceritakan kenapa kalian putus.”
Peyton menghela napasnya dan kembali menatap temannya. Kesedihan terpancar jelas di matanya yang indah itu.
“Saat aku meminta pada Jake untuk menunda pernikahan karena aku ingin pergi ke NY untuk belajar melukis. Ia dengan tenang mengatakan bahwa ia ingin memikirkan kembali hubungan kita dan untuk sementara pertunangan kita dibatalkan. Semenjak itu ia tidak bisa dihubungi. Bahkan pada saat aku berangkat pun, ia hanya menitipkan beberapa lembar baju hangat kepada ibuku. Aku rasa di antara kita tidak ada lagi harapan, Brooke,” Pandangan mata Peyton seakan mengharapkan jawaban akan hal itu.

“Aku percaya kalian akan bersama lagi,” Brooke tersenyum tipis dan memeluk pundak Peyton semakin erat. Peyton pun menyandarkan kepalanya di samping kepala brooke. Mereka terdiam sesaat, masing-masing hanyut dalam pikirannya.
“Btw.. koreksi untuk omonganmu sebelumnya. Siapa bilang kau tidak lagi muda? Kau adalah seorang gadis muda nan cantik yang sedang merintis karir sebagai seorang pelukis terkenal. Umur 24 tahun adalah umur emas bagi setiap orang dan kau harus optimis. Jia you!” Brooke mencoba mengalihkan pembicaraan.

“ja.. jja apa? Kau belajar bahasa apa? Jepang?” tanya Peyton heran.

Brooke tertawa. Ia senang karena sepertinya ia berhasil menarik Peyton dari pembicaraan sebelumnya.

“Aku sekarang punya asisten orang Taiwan, namanya Ariel Lin. Dia kadang mengajarkanku bahasa mandarin. Kau harus bertemu dengannya. Ia gadis terimut yang pernah aku lihat. Sangat optimis dan benar-benar asia.“

“Benar-benar asia? Maksudmu?” Peyton tidak dapat menyembunyikan rasa gelinya. Brooke memang selalu heboh dan menggambarkan segala sesuatunya dengan caranya sendiri.

“Wajahnya sangat asia. Seleranya sangat asia, dan dia memegang erat kultur dan budaya bangsanya. Bagiku itu hal yang sangat menarik dan memberiku banyak inspirasi.” Wajah Brooke terlihat bersinar. Terlihat jelas kebahagiaan terpancar dari raut wajahnya yang cantik. Brooke memang sangat mencintai fashion. Baginya fashion adalah hidupnya. Saat ia mendapat inspirasi itulah saat-saat ia merasa sangat bahagia.

“Brooke, kau tahu kan aku turut berbahagia untukmu,” Peyton berkata dengan tulus. “Kau bisa meraih sukses sebesar ini, aku benar-benar turut berbahagia dan merasa sangat bangga.”
Brooke mengangguk terharu. Ucapan dan dukungan teman baiknya itu benar-benar berarti baginya.
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum