New Beginnings
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

New Beginnings - Chapter 23

2 posters

Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 18th September 2009, 9:59 am

Peyton menoleh ke samping. Dengan mata terpicing ia mencoba mencari Lucas yang tidur di sisinya namun pria itu sudah tidak ada di sana. Hanya bantal yang terletak di dekat kepala ranjang dan hamparan selimut yang tersebar tak merata yang menempati sisi ranjang yang biasa Lucas tempati itu. Ia menyusupkan tangannya ke bawah selimut dan meraba permukaan ranjang. Tidak pun tersisa kehangatan tubuh Lucas di sana.

Senyumnya perlahan mengembang saat pikirannya memutar kembali apa yang terjadi malam sebelumnya. Untuk pertama kalinya ia menyadari Lucas mencintainya lebih dari apa yang ia pikirkan selama ini dan ia merasa sangat bahagia. Kebahagiaan yang hingga kini masih memenuhi hatinya bagai semilir angin yang tak terlihat namun efeknya sangat terasa.

Ia kemudian mengangkat setengah tubuhnya dan mengarahkan pandangannya ke kamar mandi. Pintunya terbuka lebar dan tidak ada suara apapun dari dalamnya. Lucas sudah bangun sedikitnya 30 menit lebih awal darinya atau mungkin jauh lebih awal dari itu mengingat tidak tersisa sedikitpun kehangatan di atas bagian ranjang yang ditempatinya kemarin.

Senyum bahagia menyeruak di bibirnya saat ia kembali membaringkan tubuhnya. Ia kemudian berguling ke samping dan menekukkan tubuhnya dengan posisi senyaman mungkin di sana. Sejenak menikmati sisi ranjang yang biasa ditempati Lucas dan aroma maskulin tubuhnya yang tersebar di setiap jengkalnya sebelum akhirnya bangun dan melangkah ke kamar mandi.

Usai mandi ia menyempatkan diri untuk merias wajahnya lalu bergegas melangkah menuju ruang kerja Lucas. Ia tidak bisa berlama-lama di sana. Brooke meneleponnya kemarin malam dan memintanya untuk menemuinya pagi ini. Dari nada bicaranya yang cepat dan terdengar agak tinggi Brooke sepertinya baru saja mengalami masalah. Mungkin sesuatu yang berhubungan dengan Kevin yang tidak berhenti mengganggunya beberapa minggu terakhir ini.

“Luke,” panggil Peyton untuk kedua kalinya. Ia sudah berada di ruang kerja Lucas untuk beberapa saat, memperhatikannya diam-diam dari tempatnya berdiri namun pria itu tidak juga menyadari kehadirannya. Perhatiannya terarah sepenuhnya pada setumpuk kertas yang ada di tangannya.

Lucas menoleh dengan cepat. Terkejut karena Peyton sudah berada di dekatnya dan ia sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Sedikit bergegas ia memasukkan berkas yang sejak tadi dibacanya ke dalam amplop besar dan meletakkannya ke bawah tumpukan kertas-kertas yang ada di mejanya.

“Kau sudah bangun?” Lucas berdiri dari kursinya dan berjalan menghampiri Peyton. “Mengapa tidak tidur lebih lama?” ujarnya dengan lembut. Kedua tangannya meraih pinggang Peyton dan menariknya mendekat ke arahnya.

Peyton mendelik manja. “Kau seharusnya membangunkanku sejak tadi.”

Lucas menelusuri wajah Peyton dengan matanya. “Aku tidak tega. Kau tidur begitu pulas.” Tangannya bergerak mengelus bagian sisi tubuh Peyton dengan lembut.

Peyton menengadahkan wajahnya dan menarik kerah kemeja Lucas ke arahnya.“Apa karena semalam? Kau pikir aku terlalu lelah untuk bangun,” bisiknya dengan mesra.

Lucas memeluk pinggang Peyton erat-erat dan memandangnya dalam-dalam. “Semalam itu sempurna dan kau luar biasa,” bisiknya dengan tatapan penuh gairah. “Sempurna. Hanya itu kata yang cocok untuk menggambarkan apa yang kita alami kemarin malam.”

Peyton mengangkat wajahnya lebih tinggi dan mencium bibir Lucas dengan lembut.

“Wow,” desah Lucas sambil memejamkan matanya dan menikmati setiap sensasi yang timbul di perutnya.

“Wow? Hanya itu?” Peyton mendorong tubuh Lucas menjauh sambil tertawa.

Lucas membuka matanya. “Mungkin kalau kau mau menciumku lebih lama, tanggapan yang kuberikan akan jauh lebih baik,” ujarnya dengan tatapan penuh arti.

“Hanya itu yang bisa kuberikan pagi ini.” Peyton menatap bibir Lucas dengan mesra. “Aku harus pulang sekarang. Brooke sepertinya baru tertimpa masalah dan aku harus pulang menemuinya.” ujarnya sambil melangkah mundur.

Lucas menahannya. “Peyton.”

“Hmm?” Peyton menghentikan langkahnya.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Lucas dengan lembut. Pandangan matanya dengan jelas menyiratkan kekuatiran.

Peyton mengerutkan keningnya, tak mengerti mengapa Lucas menanyakan hal itu tiba-tiba. “Aku baik-baik saja. Apakah menurutmu aku tidak baik-baik saja?” tanyanya heran.

“Akan kuhajar pria itu untukmu kalau kau mau.” Lucas mengepalkan tangannya erat-erat. Berusaha sekuat tenaga menahan emosi yang begitu kuat menguasai hatinya. Sejak ia membaca hasil penyelidikan yang dilakukan neneknya, hanya itu yang ada di benaknya. Menghajar pria yang telah menyakiti hati Peyton itu.

“Siapa yang kau maksud?” Peyton menatap Lucas dengan mata terpicing.

Lucas menarik Peyton ke arah meja kerjanya. Ia kemudian mengambil amplop dari bawah tumpukan kertas dan mengeluarkan berkas yang ada di dalamnya. “Lihatlah,” ujarnya sambil mengulurkan berkas itu.

Peyton mengambil berkas itu dengan kening berkerut. “Ini foto-fotoku semasa kecil. Darimana kau mendapatkannya?” ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas yang ada di tangannya. Hampir setiap halaman dari berkas itu memuat foto-fotonya. Foto dirinya saat masih bayi. Foto dirinya dan Brooke saat mereka baru saja memenangkan pertandingan Cheerleader antar negara bagian. Foto dirinya yang sedang berciuman dengan Jake di pesta kelulusan. Foto dirinya dan Billy saat mereka masih remaja.

Kerut di keningnya bertambah saat ia membalikkan halaman-halaman berikutnya. Seluruh hidupnya tertulis di setiap halamannya dengan cukup detil. Dari masa kecilnya hingga kini.

“Apa ini hasil penyelidikan nenekmu?” gumamnya sambil membalikkan halaman terakhir dari berkas itu. Sulit dipercaya hidupnya dapat diselidiki begitu rupa. “Selengkap ini?”

“Itulah sebabnya Nathan datang kemarin. Nenekku menyuruhnya memberikannya kepadaku kemarin.”

Peyton menghela napasnya. “Berkas ini benar-benar telah menelanjangi seluruh hidupku. Aku tidak tahu apakah aku seharusnya mengagumi detektif yang disewa nenekmu itu. Ia hampir tidak melewatkan apapun dalam hidupku,” ujarnya dengan nada bercanda namun terdengar dingin.

Lucas mengambil berkas itu dan melemparkannya ke atas meja. “Biar aku bakar nanti.”

“Apakah kau sudah membaca semuanya?” Peyton menatap Lucas dengan hati bergejolak. Ia memang tidak mempunyai aib apapun dalam hidupnya namun semua itu mau tak mau membuatnya perasaannya campur aduk. Seseorang membeberkan kisah hidupnya tanpa sepengetahuannya sungguh bukan perbuatan yang terhormat. Kini Lucas mengetahui hampir seluruh bagian penting dalam hidupnya termasuk hubungannya dengan Jake. Sesuatu yang selama ini tidak pernah ia bagi kepadanya.

Lucas mengangguk tipis. “Aku sudah membaca hampir seluruhnya.”

“Saat ini kau sudah lebih dari yakin aku bukanlah penguntit, ya kan?” ujar Peyton berusaha terdengar lega.

“Peyton, aku tidak pernah bermaksud membaca semua itu untuk membuktikan apakah kau penguntit atau bukan. Aku percaya kepadamu dan tuduhanku waktu itu benar-benar tidak berdasar sama sekali.”

Lucas mengunci kedua mata Peyton dalam-dalam. “Kau sempurna, Peyton,” ujarnya dengan penuh kesungguhan. Satu-satunya orang yang pernah ia nilai sempurna hanyalah Lauren. Hanya Lauren yang pernah membuatnya merasakan kesempurnaan. Kini saat ia menggunakan kata itu lagi untuk kedua kalinya, rasa bersalah tiba-tiba menyeruak dari tempat persembunyiannya, kembali menghantamnya untuk ke sekian kalinya tanpa bisa ia hindari.

“Aku tidak sempurna, Luke. Aku mohon jangan pernah berpikiran seperti itu,” tukas Peyton cepat.

“Bagiku kau sempurna,” ujar Lucas dengan tatapan penuh arti. Sepenuhnya mengabaikan apa yang dirasakan oleh hatinya saat itu. “Satu-satunya kesalahan yang pernah kauperbuat dalam hidupmu hanyalah pria itu.”

“Maksudmu Jake?” Peyton mengalihkan pandangannya. Berbagi tentang kisah cinta di masa lalunya bukan sesuatu yang membuatnya nyaman. Itulah yang menyebabkan dirinya enggan berbagi tentang hal itu sebelumnya.

“Setelah apa yang dia lakukan padamu. Aku sungguh ingin menghajarnya sekarang juga.” Lucas memegang dagu Peyton dan mengarahkan pandangannya kepadanya.

Peyton menatap Lucas lekat-lekat. “Aku sudah mengenal Jake bertahun-tahun, Luke,” ujarnya dengan nada membela. “Ia seorang pria yang baik. Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi aku rasa aku tidak perlu tahu hal itu. Ia sekarang sudah menikah dan hidup berbahagia bersama Rachel. Aku tidak mau mengganggu kebahagiaannya.”

“Kebahagiaan yang dibangun di atas penderitaanmu,” tukas Lucas dengan penuh emosi.

Peyton memegang sebelah pipi Lucas dan mengelusnya perlahan. “Tidak masalah karena sekarang aku sudah berbahagia bersamamu,” ujarnya dengan lembut.

Raut wajah Lucas melembut. Ia mengambil tangan Peyton yang ada di pipinya dan menggenggamnya erat-erat. “Aku sungguh tidak rela kau diperlakukan seperti itu.”

Peyton menatap Lucas penuh haru. “Aku sangat menghargai perhatianmu namun tidak ada lagi yang perlu kaukuatirkan. Jake sudah menjadi bagian dari masa laluku dan dia tidak lagi menyakiti hatiku. Saat ini yang terpenting adalah kau,” ujarnya sambil mengaitkan tangannya di pinggang Lucas dan memeluknya erat- erat. “Hanya kau yang berarti bagiku saat ini.”

Lucas mengelus punggung Peyton dengan lembut. “Pergilah sekarang.”

Peyton melepaskan pelukannya, memberi Lucas pandangan mesra untuk sedetik penuh sebelum akhirnya berlalu dari sisinya.
***
“Kau tidak mungkin percaya apa yang terjadi padaku kemarin.” Brooke menyeret Peyton ke arah sofa.

“Apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa kan?” Peyton menatap Brooke dengan cemas.

“Aku baik-baik saja tapi harga diriku tidak.”

“Apa maksudmu?” tanya Peyton dengan kening berkerut.

“Seorang pria sialan….” Brooke menghentikan ucapannya saat dering telepon tiba-tiba berbunyi.

“Biar aku angkat.” Peyton mengulurkan tangannya.

“Tunggu sebentar. Mungkin itu Kevin. Sejak tadi pagi ia tidak berhenti menelponku.” Brooke meraih telepon dan mendekatkan ke telinganya. “Aku mohon berhentilah meneleponku,” ujarnya dengan nada jengkel. Raut wajahnya perlahan berubah saat ia mendengar telepon itu lebih lanjut.

“Jensen. Untukmu,” ujarnya sambil menyodorkan telepon itu kepada Peyton.

“Jensen?” bisik Peyton tak percaya. Brooke mengangguk. “Ambillah.”

Peyton menerima telepon itu dengan bingung. “Halo,” ujarnya dengan ramah. Tiba-tiba saja Jensen meneleponnya sungguh di luar dugaannya. Ia sudah hampir melupakan pria itu sepenuhnya.

“Aku baik-baik saja. Mengapa kau belum kembali hingga sekarang?” Peyton berdiri dari sofa dan melangkah ke arah jendela.

Peyton menghentikan langkahnya. “Apakah sekarang nenekmu sudah membaik?”

“Baguslah kalau begitu,” ujarnya kemudian dengan nada lega. “Jadi kau akan kembali dua minggu lagi?”

Peyton merasakan getaran pada saku celananya. Ia menggapai kepada Brooke yang sejak tadi memperhatikannya sambil menyeringai. “Ibuku menelepon,” bisiknya sambil menjauhkan telepon yang sedang digenggamnya dan menyodorkan telepon genggamnya kepada Brooke. “Dia ingin berbicara denganmu.”

Brooke mengambil telepon itu dengan antusias. “Mrs. Sawyer, apa kabar?” ujarnya riang.

“Peyton? Hmm.. dia sedang menerima telepon penting dari seorang pria.” Brooke melirik ke arah Peyton yang menggelengkan kepalanya dengan panik. “Pria tampan tepatnya.”

Peyton mendelik ke arahnya. Brooke membelalakkan matanya. “Aku tidak bohong,” bisiknya tanpa suara.

“Bukan, bukan pacarnya. Mungkin seharusnya bisa jadi pacarnya kalau saja pria itu tidak pergi selama ini.” Brooke mengalihkan pandangannya dari tatapan Peyton yang mengarah tajam ke arahnya.

Brooke menjauhkan teleponnya dari mulutnya. “Aku sama sekali tidak berbohong,” ujarnya dengan nada protes. Ia kemudian mendekatkan teleponnya kembali. “Nyonya Sawyer, kau tidak perlu kuatir. Dia sudah melupakan Jake sepenuhnya dan sama sekali tidak terbeban oleh karena peristiwa itu.” bisiknya sambil menutup mulutnya.

Peyton menyudahi percakapannya dan berjalan menghampiri Brooke dengan cepat. “Berikan padaku,” ujarnya berusaha mengambil gagang telepon dari tangan Brooke yang segera menghindar dengan tangkas. “Dia sudah memiliki beberapa pengagum. Aku rasa tak lama lagi kau akan menghadiri pernikahannya.” Seringai lebar menghiasi wajahnya yang cantik.

Peyton mengulurkan tangannya dan merebut telepon itu sekali jadi. “Halo, mom,” ujarnya mendelik kesal ke arah Brooke.

Brooke mengangkat kedua tangannya. “Apa?”

“You suck!” bisik Peyton tanpa suara.

“Aku tahu,” ujar Brooke sambil terkekeh.
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 18th September 2009, 10:13 am

“Bukan siapa-siapa. Dia hanya temanku.” Peyton menghela napasnya. “Dia seorang pria yang aku kenal di New York. Untuk apa kau menanyakan apa dia tampan atau tidak?” Peyton terlihat bingung. Tak biasanya ibunya menanyakan pertanyaan seperti itu. “Hmm.. dia cukup tampan,” gumamnya.

Brooke menepuk pundak Peyton. “Aku ingin mendengarnya juga, please. Sudah lama aku tidak berbincang dengan ibumu,” ujarnya dengan nada memelas. Peyton menggelengkan kepalanya dengan tegas.

“Kehidupan cintaku baik-baik saja. Belum ada yang harus aku laporkan padamu,” gumamnya sambil memejamkan matanya.

“Lucas,” teriak Brooke keras-keras.

Peyton menoleh ke arah Brooke dengan cepat. “Mom, tunggu sebentar,” ujarnya sedikit panik. Ia kemudian menekan sebuah tombol di teleponnya. “Brooke,” bisiknya protes.

“Aku akan terus menjeritkan nama Lucas jika kau tidak mau menggunakan speakerphone. Aku serius.”

“Baiklah, tapi jangan menyinggung nama Lucas lagi.”

“Mengapa? Kau bermalam di rumahnya hampir setiap hari,” ujar Brooke tak mengerti.

“Karena aku… ,” Peyton menghela napasnya. “Aku tidak mau membuat orang tuaku cemas. Ayahku akan merasa kecewa jika mengetahui aku bermalam di rumah seorang pria,” ujarnya dengan wajah meringis.

“Hampir setiap hari,” tambah Brooke cepat.

“Mereka tidak perlu mengetahui hal itu,” sahut Peyton dengan nada bersalah. “Maksudku tidak sekarang. Aku akan memberitahu tentang Lucas kepada mereka. Nanti. Saat aku sudah siap menjawab semua pertanyaan mereka. Pertanyaan seperti bagaimana hubunganku dengan Lucas bermula dan apa mereka dapat segera berjumpa dengan keluarganya.” Peyton mengurut keningnya yang tiba-tiba terasa pening. Membayangkan semua itu membuatnya lelah.

“Aku hanya bercanda. Aku berjanji tidak akan menyinggung nama Lucas.”

“Dan Jensen,” tambah Peyton dengan cepat.

Brooke mengangguk. “Apapun.”

Peyton membuka teleponnya dan menekan sebuah tombol di atasnya.

“Peyton? Brooke?” suara Nyonya Sawyer bergema di dalam telepon

“Ya, mom. Maaf, tadi aku harus berbincang dengan Brooke sejenak.”

“Ajak saja dia berbicara bersama kita. Aku ingin mengetahui kabarnya juga.”

“Aku di sini, Nyonya Sawyer,” ujar Brooke sambil mendekatkan wajahnya ke arah telepon yang dipegang Peyton.

“Brooke, katakan sejujurnya bagaimana Peyton di bawah pengawasanmu?

“Nyonya Sawyer, apa kau sedang bercanda? Sejak dulu Peyton yang menjagaku bukan sebaliknya,” ujar Brooke sambil terkekeh.

“Peyton mengatakan kau sudah jauh berubah dan kau yang menjaganya di sana. Apa kalian berdua sudah mempunyai kekasih?”

“Mom,” ujar Peyton protes.

Brooke menyeringai lebar. “Jangan kuatir. Aku akan segera membuat laporan tentang kehidupan cinta kami dan mengirimkannya kepadamu lewat pos.”

Peyton menghela napas lega. “Mom, jangan kuatir. Aku baik-baik saja. Ada Brooke yang menjagaku di sini dan dia menjalankan tugasnya dengan sangat baik.”

“Baiklah, aku percaya kepada kalian. Peyton, ada pesan dari ayahmu. Dia bilang dia sangat merindukanmu tapi dia tidak bisa berbincang denganmu di telepon saat ini. Dia berharap kau pulang pada hari natal nanti.”

Mata Peyton mulai berkaca-kaca. “Katakan pada daddy, aku sangat mencintainya,” ujarnya menahan haru. “Aku pasti pulang.”

“Bawalah kekasihmu,” ujar Nyonya Sawyer dengan lembut.

“Mom?” Peyton melirik ke arah Brooke dengan pandangan bingung.

“Kau kira aku tidak dapat menduganya? Dari nadamu bicara saja aku tahu kau sudah mempunyai seorang kekasih. Bawalah siapapun pria itu ke rumah. Brooke, kau juga. Kalau tidak menghabiskan natal bersama keluargamu, datanglah kemari. Billy merindukanmu.”

Brooke mengernyitkan keningnya. “Billy merindukanku?” bisiknya tidak percaya. Mereka bagai anjing dan kucing yang selalu bertengkar setiap kali mereka bertemu. Mustahil pria itu merindukannya.

Peyton tertawa kecil. “Ibuku hanya bercanda. Billy tidak mungkin merindukanmu,” ujarnya sambil memeluk Brooke dari samping.

“Kata siapa aku bercanda?” tukas Nyonya Sawyer cepat. “Ia sendiri yang mengatakannya kemarin. Ia bilang ia rindu beradu mulut dengan Brooke.” Nyonya Sawyer tertawa kecil. Brooke ikut tertawa dengannya. “Katakan aku juga rindu memukulnya keras-keras.”

“Karena itu datanglah kalau memang kau tidak ada acara lain.”

“Mom, aku akan menyeret Brooke datang. Orang tuanya berencana untuk menghabiskan natal di luar negeri dan Brooke belum ada rencana apapun.”

“Kalian tidak perlu repot-repot membawa apapun. Kami di sini yang akan menyiapkan segalanya.”

Brooke mengangguk dengan semangat. “Itu memang keahlianku, Nyonya Sawyer. Datang hanya membawa diriku yang cantik,” ujarnya sambil terkekeh.

“Sampai nanti dan jaga diri kalian baik-baik.” Mrs Sawyer menutup teleponnya.

Peyton melipat telepon genggamnya dan segera mengalihkan perhatiannya kepada Brooke. “Apa yang tadi ingin kaubicarakan?” tanyanya sambil menggandeng Brooke ke arah sofa.

“Seseorang melukai harga diriku.”

“Apakah ada sesuatu yang terjadi dalam 2 hari ini?” tanya Peyton dengan nada prihatin.

“Kau melewatkan banyak hal penting dalam hidupku beberapa minggu ini, Peyton. Bukan hanya dalam dua hari ini,” ujar Brooke dengan nada kesal.

“Maafkan aku. Lucas memintaku tinggal di sana selama akhir pekan dan aku tidak tega untuk menolaknya.” Peyton menatap Brooke dengan pandangan meminta maaf.

“Jadi malam ini kau akan menginap di sana lagi? Bukankah kau tidak pernah menginap di apartemen Lucas pada akhir pekan?” Brooke terlihat kecewa.

“Leighton tidak datang minggu ini jadi Lucas memintaku untuk menemaninya.”

“Aku rasa kau sebaiknya pindah ke apartemen Lucas. Kau tidur di sana hampir setiap malam,” ujarnya dengan nada kecewa.

Peyton menatap Brooke dengan perasaan bersalah. “Bagaimana dengan ini, aku tidak akan menginap di apartemen Lucas untuk beberapa hari ke depan dan aku akan menemanimu mengobrol setiap hari.”

“Yakin?” Brooke menatap Peyton tak percaya.

“Tentu, apapun untuk teman baikku yang baru saja putus cinta,” sahut Peyton dengan lembut.

Brooke tersenyum lebar. “Bagaimana kalau menonton Friends lagi dari season pertama?”

“Ide yang bagus,” jawab Peyton dengan antusias. Mereka sudah membuat rencana itu jauh sebelumnya namun Lucas selalu menyita waktunya sehingga rencana itu tidak juga terpenuhi.

“Great!” ujar Brooke tak kalah antusias. “Pekerjaanku saat ini tidak banyak. Aku mungkin tidak akan pergi ke butik 3 hari berturut-turut.”

“Brooke, sebenarnya aku berencana pergi ke butikmu besok. Aku membutuhkan bantuanmu,” ujar Peyton terdengar agak sungkan. Seakan ia tidak lagi berhak untuk meminta bantuan Brooke. “Aku ingin memintamu membuatkanku gaun pesta. Keluarga Lucas mengundangku ke pesta keluarga dan aku ingin menampilkan diriku yang terbaik.”

Brooke mengangguk dengan cepat. “Jangan sungkan seperti itu. Katakan saja kau ingin gaun pesta seperti apa dan kapan kau membutuhkannya.”

“Dua minggu lagi.”

“Secepat itu?”

“Secepat itu pula aku akan bertemu dengan seluruh anggota keluarga Scott untuk pertama kalinya. Terus terang aku sangat gugup memikirkannya.”

Brooke menepuk tangan Peyton dengan lembut. “Aku mengerti. Keluarga kaya dan terpandang seperti mereka biasanya merupakan sekumpulan macan tutul yang siap menerkammu.”

Peyton tertawa. “Cukup tentang diriku. Ceritakan apa yang terjadi pada dirimu kemarin.”

“Kemarin pagi ada pembersih kaca jendela,” Brooke memberi pandangan marah kepada Peyton. Peyton mengernyitkan dahinya, ia tahu itu tidak berarti Brooke marah kepadanya tapi ia jarang melihat Brooke begitu marah. Brooke selalu menanggapi segala sesuatunya bahkan hal-hal yang cukup menyakitkan pun dengan hati besar.

“Pria sialan itu tiba-tiba saja ada di depan jendela kamarku. Bergelantungan tak jelas,” ujar Brooke dengan nada semakin meninggi.

“Lalu?” tanya Peyton masih juga tak mengerti kenapa Brooke begitu marah hanya karena seorang pembersih jendela bergelantungan di depan jendela.

“Dia melihatku tanpa sehelai benangpun di tubuhku,” bisik Brooke sambil menutup mulutnya. Peyton membelalakkan matanya. “Sungguh?” tanyanya dengan wajah tak percaya.

“Tentu, untuk apa aku bohong.” Brooke memutar kedua matanya. “Dan itu membuatku sangat marah.”

Peyton membuka mulutnya lalu menutupnya kembali. Hampir saja ia mengatakan Brooke tidak bisa melakukan apapun tentang hal itu. Bukan salah pria itu bila ia memergoki Brooke berganti pakaian di saat ia sedang menjalankan tugasnya dan Brooke lupa menutup gorden.

“Ayo, pasti ada sesuatu yang bisa kaukatakan.” Brooke menggerakkan matanya menuntut tanggapan.

“Aku mengerti mengapa kau kesal, aku sungguh mengerti. Aku juga pasti akan kesal dan marah kalau itu terjadi padaku, tapi apa yang dapat kaulakukan jika kau bertemu dengan pria itu lagi?”

Brooke membuka mulutnya lebar-lebar, serangkaian kata-kata sudah siap untuk keluar dari mulutnya tapi kemudian ia menahannya dan berkata dengan sedikit ragu,”Akan kutuntut dia.”

Peyton menatap Brooke dengan kening mengkerut.

“Atau akan kuhajar dia,” ujar Brooke dengan gerakan meninju.

Peyton mengangguk. “Menurutku itu yang harus kaulakukan.”

Brooke menatap Peyton dengan dagu terangkat. “Ke ujung dunia pun akan kukejar pria sialan itu,” ujarnya penuh tekad.
***
Lucas memandang Peyton lekat-lekat ke dalam kedua matanya yang hijau. “Apa yang ada di balik wajahmu yang cantik saat ini?” tanyanya dengan lembut saat Peyton naik ke atas ranjang dan memandangnya dengan wajah memelas.

“Aku sungguh ingin bertemu dengan Haley,” ujar Peyton dengan nada memohon.

Lucas meraih kedua tangan Peyton dan menariknya duduk di antara kedua kakinya. “Sebaiknya kau tidak bertemu dengannya. Aku takut dia merebutmu dariku.”

“Apa maksudmu?” tanya Peyton dengan kening berkerut.

Lucas tertawa kecil. “Lupakan saja.”

“Kau tidak boleh menghindar begitu saja. Beritahu aku apa maksudmu.“ Peyton berusaha mengunci mata Lucas dengan matanya. Lucas mengalihkan pandangannya sambil menggelengkan kepalanya.

“Baiklah.” Peyton menurunkan tangan Lucas dari pinggangnya. “Malam ini kau harus tidur jauh-jauh dariku,” ujarnya sambil mendorong tubuh Lucas dengan gemas. “Tidak ada ciuman selamat malam. Tidak ada apapun. Kau boleh tidur di sofa kalau kau mau.”

Lucas meringis. “Oucchh,” bisiknya tak rela.

“Aku serius.” Peyton menghujam Lucas dengan pandangan serius.

“Ayolah, sudah lebih dari 3 hari kau tidak menginap di sini,” ujar Lucas dengan tatapan memohon.

Peyton menahan senyumnya sekuatnya. “Lalu?” ujarnya pura-pura tidak mengerti.
Lucas mendekatkan wajahnya. Peyton menjauhkan wajahnya cepat-cepat. Lucas menahan kedua pundaknya. “Kau tidak mungkin dapat menolakku,” ujarnya sambil menyeringai.

Peyton menatap Lucas sekilas lalu menggeleng. “Tidak sebelum kau memberitahuku apa maksudmu tadi,” ujarnya sambil menurunkan tangan Lucas dari pundaknya.

“Aku hanya main-main,” ujar Lucas dengan lembut.

“Aku tahu,” jawab Peyton. “Tapi aku juga ingin tahu mengapa kau tidak pernah memperkenalkan aku kepadanya.”
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 18th September 2009, 10:34 am

“Karena dia akan mulai menyita waktumu. Dia akan mengajakmu menghadiri kegiatan-kegiatan tidak penting yang semuanya berhubungan langsung dengan nenekku.” Raut wajah Lucas berubah semakin dingin.

“Apa kau tidak ingin aku berjumpa dengan Haley karena kau tidak ingin aku bertemu dengan nenekmu?” bisik Peyton dengan lembut.

Lucas mengangguk tipis. “Bisa dikatakan seperti itu,” ujarnya dengan nada datar. “Percayalah berhubungan dengan nenekku tidak akan membuat hidupmu lebih baik.”

“Aku percaya.” Peyton mengelus pipi Lucas dengan lembut.

Lucas menarik napas dalam-dalam. “Sayang aku sudah membakar seluruh berkas itu. Sekarang nenekkulah yang mengetahui segalanya tentang dirimu. Ia tahu kau pernah pacaran dengan siapa saja. Berapa lama kau pernah bermalam di rumah pria brengsek bernama Jake itu,” ujarnya sambil menahan rasa cemburu yang membakar hatinya.

“Aku tidak pernah menginap di rumah Jake,” ujar Peyton dengan wajah memerah.

“Tapi bukan berarti kau tidak pernah…”
“Luke, saat itu dia adalah kekasihku dan satu-satunya pria dalam hidupku sebelum aku bertemu denganmu,” tukasnya cepat dengan wajah semakin memerah.

Lucas mengamati wajah Peyton lekat-lekat. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya ia merasakan perasaan cemburu yang begitu kuat di hatinya. Membayangkan Peyton berada dalam pelukan pria lain sungguh membuat hatinya terasa kecut.

“Aku cemburu padanya. Membayangkan kau hampir menikahinya. Kau pasti sangat mencintainya,” ujarnya dengan nada kecut.

Peyton menangkup wajah Lucas dengan kedua tangannya. “Sekarang dia sudah menjadi bagian dari masa laluku,” ujarnya dengan lembut.

Lucas memegang dagu Peyton dan menatap kedua matanya dalam-dalam. “Jangan pernah lagi kau mencintai siapapun selain diriku,” ujarnya dengan nada menuntut.

Peyton merasakan matanya mulai berkaca-kaca. “Aku mencintaimu,” ujarnya penuh haru.

Lucas mendekatkan wajahnya dan mencium Peyton dengan penuh gairah. Tangannya turut beraksi mengiringi gerak bibirnya yang semakin panas. Peyton membalas ciuman Lucas sambil membuka kancing kemeja pria itu dengan gerakan secepat mungkin. “Oh Luke,” desahnya dengan mata terpejam saat Lucas membuka kancing atas blusnya dan menciuminya di sana. Dengan cekatan tangan Lucas terus bergerak melucuti seluruh pakaiannya. Dalam sekejap tidak lagi tersisa apapun pada tubuh mereka yang kian membara oleh api gairah.

Lucas bergerak menelusuri tubuh Peyton dengan bibirnya dan memenuhinya dengan sensasi kenikmatan. Peyton merespon setiap gerakannya dan bergerak seirama dengannya hingga tiba di puncaknya.

***
“Lucas Scott!” Sebuah tangan menghantam meja dengan keras.

“Sudah aku katakan berulang kali. Jangan pernah menyentuh Nathan lagi!” Lucas menengadahkan kepalanya. Senyumnya mengembang saat ia mendapati Haley memandangnya penuh amarah. Bukan karena ia bermaksud menertawakannya tapi lebih karena ia senang menyaksikan teman baiknya itu menunjukkan emosinya sekali-sekali.


“Kalau Nathan ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Dia bisa datang sendiri, tak perlu menyuruhmu,” ujar Lucas dengan lembut. Senyum tipis masih menghiasi wajahnya yang tampan.

“Kau ini memang brengsek.” Haley mendengus kesal. “Nathan tidak mengatakan apa-apa. Ia bahkan tidak menjawab saat aku tanya apa yang menyebabkan bibirnya terluka seperti itu. Ia masih berusaha membelamu,” ujarnya dengan nada jengkel.

“Itu tandanya suamimu itu terlalu ..” Lucas menghentikan kata-katanya. “Aku minta maaf, okay,” ujarnya setengah hati.

“Luke, berhentilah bermain pukul sembarangan. Kau bukan lagi seorang remaja yang demi mempertahankan kesan jagoan tak punya pilihan lain selain menyelesaikan segalanya dengan pukulan. Kau seorang pria dewasa sekarang. Kau juga sudah mempunyai seorang anak yang membutuhkanmu untuk menjadi teladan yang baik.”

Lucas termenung memikirkan kata-kata Haley untuk sesaat. Ia kemudian berdiri dari kursinya dan berjalan mengitari mejanya. “Aku sudah meminta maaf. Apa lagi yang kauinginkan?” ujarnya dengan nada lelah.

“Minta maaf saja tidak cukup, Luke.” Raut wajah Haley melembut untuk sedetik lamanya. Ia lalu menghela napasnya. “Kau harus berhenti melakukan hal itu. Kalau tidak aku akan menjauhkan diriku dan Jamie darimu. Kalau kau memang tidak menganggap kami cukup penting bagimu, katakan saja sekarang sebelum kau memukul Nathan lagi,” ujarnya sambil memandang Lucas dengan tajam. Nada bicaranya sama sekali tidak terdengar main-main.

Lucas memejamkan matanya untuk sejenak. Ia tahu Haley tidak main-main dengan ucapannya. “Baiklah. Aku berjanji aku tidak akan pernah menyentuh Nathan lagi."

Haley tersenyum lega. “Terimakasih,” ucapnya dengan tulus.

Lucas tertawa kecil lalu menggelengkan kepalanya. “Kau tidak perlu mengatakan terimakasih hanya karena hal itu.”

“Kau ini pria yang baik, Luke. Jangan biarkan dendam di hatimu mengambil hal itu darimu,” ujar Haley dengan lembut.

Lucas memandang Haley lekat-lekat. “Aku hanya tidak ingin mengecewakanmu. Lagipula hidupku akan terasa sepi jika aku tidak dapat lagi berjumpa denganmu atau Jamie. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan aku ini pria yang baik atau bukan.”

Haley menghela napasnya. “Apapun yang kaukatakan, aku tidak akan pernah berhenti berharap kau dapat memperlakukan Nathan sebagai adikmu kelak. Bagaimanapun kalian berbagi ayah dan nenek yang sama.”

Lucas tertawa sinis. “Lupakan hal itu. Selamanya itu tidak mungkin terjadi dan tolong jangan mengancamku lagi karena aku sudah cukup mengalah dalam hal ini.”

Haley membuka mulutnya untuk menyanggah namun ia mengurungkan niatnya. Dengan berat hati ia mengangguk. “Baiklah, namun kau tidak bisa melarangku untuk terus berharap.” Ia membalikkan tubuhnya dan melangkah ke arah pintu.

“Haley,” panggil Lucas dengan lembut. “Kau tahu aku menyayangimu.”

Haley membalikkan tubuhnya. Wajahnya terlihat lelah. “Tentu, hanya saja kau tidak cukup menyayangiku untuk dapat memaafkan Nathan,” sahutnya dengan nada kecewa.

“Aku sangat menghargai seluruh bantuanmu dalam urusan Leighton. Tanpamu masalah ini akan jauh lebih rumit.” Lucas mengalihkan pembicaraan. Topik tentang mereka yang berbagi nama belakang sama dengannya sama sekali bukan topik favoritnya.

Haley memandang Lucas dengan lembut. “Aku sama sekali tidak keberatan membantumu dalam hal itu,” ujarnya dengan sungguh-sungguh. “Ngomong-ngomong soal Leighton, aku punya kejutan untukmu.” Senyum lebar mengambil alih bibirnya.
Lucas tertawa lega. “Kau sangat cantik saat kau tersenyum seperti itu.”
“Tentu.” Haley tersenyum penuh percaya diri. “Apa kau siap menerima kejutan dariku?” tanyanya dengan antusias.

“Kejutan apa?” tanya Lucas dengan cemas, menyadari tidak selamanya Haley membawa kejutan yang menyenangkan. Saat mereka masih remaja, Haley kadang-kadang membawa anjing liar atau kucing liar dan memohonnya untuk memeliharanya.

“Jangan katakan kau akan menjodohkanku dengan seorang wanita lagi.” Lucas memandang Haley dengan mata terpicing.

“Setelah kau menolak hampir 20 temanku. Aku menyerah,” Haley memandang Lucas dengan gemas. “Untuk urusan itu kau harus mengandalkan dirimu sendiri .”

Haley terdiam sejenak. Teringat sesuatu yang membuatnya curiga.“Selama ini Leighton selalu mengatakan sesuatu tentang ibu baru. Entah mengapa firasatku mengatakan kau menyembunyikan seorang wanita dariku namun sayang anakmu itu menutup mulutnya rapat-rapat saat aku mencoba menanyakannya soal itu. Julian juga membungkam mulutnya rapat-rapat. Ia hanya memamerkan seringainya yang menyebalkan itu setiap kali aku mencoba bertanya soal itu,” ujarnya dengan nada penasaran.

“Apakah kau menyembunyikan sesuatu dariku? Seorang kekasih?” Haley menatap Lucas lekat-lekat.

Lucas berusaha keras menyembunyikan seringainya yang sudah berada di ambang bibirnya. “Kau berpikir terlalu jauh. Jika kau berpikir aku berhasil menyembunyikan seorang wanita darimu, kau tahu itu sama sekali tidak mungkin.”

“Siapa bilang tidak mungkin. Kau menyembunyikan hubunganmu dengan Lauren selama 3 bulan dariku,” tukas Haley dengan nada protes.

“Bagaimana kalau kita sudahi pembicaraan ini. Aku masih harus menghadiri rapat sebentar lagi dan aku sudah berbaik hati untuk tidak meninju Nathan lagi jadi kau tidak perlu lagi mengawasiku dari pintu kaca,” ujarnya diakhiri dengan tawa kecil.

“Kau pikir itu lucu?” Haley memandang Lucas dengan tajam.

Lucas menghentikan tawanya. “Baiklah, aku tidak akan bercanda lagi. Jadi apa kejutan yang akan kauberikan kepadaku?”

Haley menutup mulutnya rapat-rapat dan membuang mukanya. Lucas tertawa. “Ayolah. Aku akan menraktirmu makan siang.”

“Sungguh?” Haley menoleh dengan cepat. Senyum lebar mengembang di bibirnya.

Lucas mengangguk. “Ke manapun kau mau.”

“Yeah!” Haley mengangkat sebelah tangannya dengan riang. “Baiklah, aku akan membocorkan kejutanku sekarang juga. Aku akan membawa Leighton ke rumahmu besok dan ia akan menghabiskan akhir pekan di rumahmu.”

“Bagaimana bisa?” Kening Lucas berkerut. “Mereka tidak memperbolehkanku bertemu dengan Leighton hingga urusan perebutan hak asuh itu beres,” ujarnya sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.

“Hmm, karena aku mau bersusah payah membangun hubungan dengan mereka.” Haley menatap Lucas dengan penuh kemenangan.

Lucas melepaskan ikatan dasinya dan menariknya hingga longgar. “Aku tidak mengerti apa yang membuat mereka masih juga menerimamu. Kau menantu keluarga Scott,” ujarnya dengan nada tidak puas.

“Mereka sebenarnya hanya orang tua yang kesepian. Sama sekali bukan orang jahat. Mereka mungkin membenci keluarga Scott tapi mereka juga tidak sepenuhnya egois. Aku sendiri membutuhkan waktu sekitar 1 tahun untuk merebut hati mereka,” ujar Haley sambil menghela napasnya. Apa yang dilakukannya untuk merebut hati keluarga Potter jauh dari kata mudah dan penuh dengan perjuangan.

“Haley,” ucap Lucas dengan lembut. Kedua matanya memancarkan kehangatan.

Haley mengibaskan tangannya. “Kau teman baikku, Luke. Sudah selayaknya aku membantumu.”

“Terimakasih,” ujar Lucas dengan tulus. “Tanpamu aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.”

“Kuncinya hanya satu yaitu ketulusan. Aku rasa itu juga yang harus kaugunakan untuk merebut hati mereka. Bukan jalur hukum seperti yang sedang kauusahakan saat ini, Luke.” Haley mengulurkan tangannya dan menepuk pundak Lucas perlahan.

“Ketulusan? Itu juga yang aku tawarkan kepada mereka saat aku mengatakan langsung di hadapan mereka bahwa aku ingin menikahi Lauren dan menjaganya seumur hidupku. Mereka menolaknya mentah-mentah,” ujar Lucas dengan nada getir.

Haley menarik napas dalam-dalam. “Ketulusan yang perlu disertai dengan kesabaran.”

Lucas menatap mata Haley lekat-lekat. Keputusasaan perlahan memancar dari kedua matanya.

Haley menepuk tangan Lucas. “Aku percaya Leighton akan segera kembali kepadamu.”

***
Brooke menekan bel untuk kedua kalinya. Ia berdiri di hadapan apartemen Mrs. Jane dan ia sama sekali tidak menikmati perasaan yang timbul bersamanya. Mrs. Jane pernah memergokinya bersama seorang pria di dalam gedung dalam posisi yang sangat tidak mendukung. Semenjak itu Mrs Jane selalu memandangnya sebagai seorang wanita murahan.

Saat ini ia mengenakan pakaian yang jauh dari terbuka. Sebuah blus terusan yang ditambah dengan celana panjang dan sepatu boot, gaya berpakaian yang sepenuhnya berbeda dari apa yang biasanya dikenakan sehari-hari.

Brooke membuang napas dengan cepat ketika pintu di hadapannya terbuka. Mrs Jane berdiri di baliknya. Mata tuanya mengamatinya dengan tajam.

“Hai, Mrs Jane,” ujar Brooke dengan nada seramah mungkin.

Mrs Jane mendengus. “Ada apa?” ujarnya mengamati Brooke dari bawah hingga ke atas.

“Aku ingin menanyakan sesuatu tentang pembersih kaca,” ujar Brooke dengan sopan.

“Kemarin mereka baru datang. Memang kaca apartemenmu tidak dibersihkan?”
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty UPDATED

Post  didar 18th September 2009, 10:51 am

Brooke menekan bel untuk kedua kalinya. Saat ini ia sedang berdiri di hadapan pintu apartemen Mrs. Jane dan ia sama sekali tidak menikmati perasaan yang timbul bersamanya. Mrs. Jane pernah memergokinya sedang bermesraan dengan seorang pria di dalam gudang dalam posisi yang sangat tidak mendukung. Semenjak itu Mrs Jane selalu memandangnya sebagai wanita murahan.

Saat ini ia mengenakan pakaian yang jauh dari terbuka. Sebuah blus terusan yang ditambah dengan celana panjang dan sepatu boot, gaya berpakaian yang sepenuhnya berbeda dari apa yang biasa dikenakannya sehari-hari.

Brooke membuang napas dengan cepat ketika pintu di hadapannya bergerak membuka. Mrs Jane berdiri di baliknya. Mata tuanya mengamatinya dengan tajam.

“Hai, Mrs Jane,” ujar Brooke dengan nada seramah mungkin.

Mrs Jane mendengus. “Ada apa?” ujarnya mengamati Brooke dari bawah hingga ke atas.

“Aku ingin menanyakan sesuatu tentang pembersih kaca,” ujar Brooke dengan sopan.

“Kemarin mereka baru datang. Memang kaca apartemenmu tidak dibersihkan?”

Brooke menggeleng cepat-cepat. “Bukan begitu. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu tentang pembersih kaca yang bertugas kemarin.”

“Untuk?” tukas Mrs. Jane dengan ketus.

“Apa kau mengenal mereka? Apa yang datang selama ini selalu orang yang sama?”

“Hmm.. tidak juga. Seringkali memang orang yang sama yang datang Tapi kemarin ini datang 2 orang yang berbeda.”

“Apa kau tahu nama kedua orang itu, terutama yang berkumis dan berjenggot tebal?” tanya Brooke cepat.

Mrs. Jane mengerutkan keningnya yang sudah dipenuhi oleh kerutan. “Mereka bernama Michael dan Jordan kalau tidak salah. Salah satu dari mereka mengatakan gabungan nama mereka adalah nama pebasket ternama.”

“Michael Jordan?” Brooke mengernyitkan keningnya. “Boleh aku tahu mereka berada di bawah perusahaan apa?”

“Sudah lima menit. Waktumu berbicara denganku sudah habis,” ujar Mrs Jane tiba-tiba. Ia lalu menutup pintu begitu saja.

Brooke terpana untuk beberapa saat. “Great!” ujarnya dengan nada kesal. Ia kemudian mengangkat tangannya untuk menekan bel sekali lagi namun akhirnya ia urungkan.
***
“Ia menutup pintu begitu saja?”

Brooke mengangguk kesal. “Ya, begitu saja. Ia hanya memberiku waktu lima menit dan aku yakin dia curang. Dia tidak memegang stopwatch atau apapun, bagaimana dia bisa tahu aku telah berbincang dengannya selama 5 menit. Dia memang sentimen padaku,” tuturnya dengan cepat. Ia lalu mengepalkan kedua telapak tangannya di dekat pipinya dengan gemas.

“Mengapa?” Peyton mengubah posisi duduknya lebih dekat dengan Brooke.

“Karena dia membenciku. Dia pernah memergokiku di gudang bersama dengan seorang pria.” Brooke menatap Peyton dengan pandangan jengah. “Kami sedang… kau tahu,” gumamnya hampir tak terdengar.

“Brooke, apa tidak salah? Gudang?” tanya Peyton dengan kening berkerut. Seheboh-hebohnya Brooke menjalankan hubungannya dengan pria, kadang masih juga membuatnya terpana untuk beberapa hal tertentu.

Brooke mendelik ke arah Peyton. “Waktu itu aku masih menjalankan hidupku dengan bebas. Tapi sekarang aku sudah banyak berubah. Apa perlu dia mengecapku sebagai wanita murahan terus menerus?”

“Dia hanyalah seorang wanita tua yang berbeda generasi dengan kita. Aku yakin dia akan berubah pikiran setelah melihatmu menikah dan mempunyai anak,” ujar Peyton mencoba untuk melihat dari sudut pandang seorang wanita tua.

“Menikah dan punya anak? Aku rasa itu lebih cocok dilakukanmu dalam waktu dekat,” ujar Brooke dengan pandangan menggoda.

Peyton menundukkan kepalanya. “Jika maksudmu aku dan Lucas akan menikah dalam waktu dekat, maka itu tidak mungkin. Kami tidak pernah membicarakannya dan itu hal terakhir yang ada di pikiranku saat ini. Aku juga harus menggapai mimpiku terlebih dahulu baru kemudian berpikir untuk menikah. Kalau tidak bagaimana aku menjelaskannya kepada Jake. Aku menunda pernikahan kami karena alasan itu tapi kemudian aku menerima lamaran orang lain semudah itu,” ujarnya sambil mengamati jari manisnya yang tidak lagi ditempati oleh apapun.

“Menurutku apa yang kaumiliki bersama Jake berbeda dengan apa yang kaumiliki bersama Lucas. Kau jelas-jelas memuja Lucas tapi kau tidak memuja Jake. Aku rasa begitu Lucas melamarmu kau tidak akan berpikir panjang dan kau akan menerima lamarannya saat itu juga. Lagipula kau tidak perlu menjelaskan apapun kepada Jake. Kau tidak ada hubungan apapun lagi dengannya.” Brooke memperhatikan wajah Peyton lekat-lekat.

Peyton mengangkat wajahnya. “Kau salah.” Datar dan tidak terdengar meyakinkan. “Aku….” Ia melirik Brooke sekilas lalu menarik napasnya dalam-dalam. “Aku tidak memuja Lucas,” gumamnya dengan suara lirih.

Brooke tersenyum tipis. Baginya Peyton tidak terlalu sulit untuk ditebak dan ia yakin 100% dengan semua yang dikatakannya tadi. “Berani taruhan?”

Peyton menatap Brooke lekat-lekat. “Aku..” ujarnya dengan wajah bingung.

“Seperti dugaanku.” Brooke bangkit dari sofa. “Aku harus pergi.”

“Kau mau ke mana?”

“Aku akan mendatangi Mrs. Jane lagi. Aku akan mendesaknya untuk memberitahuku perusahaan apa yang bertugas membersihkan gedung apartemen ini.”
***
Brooke memulai pencariannya dengan susah payah. Saat ini ia sedang mendatangi setiap perusahaan yang pernah menangani pembersihan kaca jendela di apartemennya dan menuntutnya untuk mengeluarkan semua file pekerja yang dimilikinya. Tentu saja permintaannya ditolak mentah-mentah terutama karena ia tidak bisa memberikan alasan yang cukup.

Setiap kali ia akan mengungkapkan alasannya, setiap kali itu pula lidahnya tidak bisa diajak kerjasama. Perasaan malu selalu menguasainya begitu rupa dan membuatnya terpaku di tempat dengan mulut terbuka. Sesudahnya ia akan mengumpat dan kemudian mengancam orang yang ada di hadapannya untuk mencarikan nama baginya. Sejauh ini di dua perusahaan yang sudah ia datangi tidak ditemukan nama Michael dan Jordan di dalam daftar pegawai.

Sekarang ia berada di dalam gedung perusahaan ketiga, satu-satunya harapan yang tersisa. Mrs Jane hanya menyerahkan tiga helai kertas berisi tiga nama perusahaan begitu saja tanpa penjelasan. Kedua perusahaan yang telah ia datangi sebelumnya mengklaim mereka sudah tidak lagi terlibat kontrak dengan gedung apartemennya karena itu mereka tidak mengirim siapapun untuk membersihkan kaca dua hari yang lalu.
***
“Tom, keluarlah. Ada seorang wanita yang membuat kekacauan di depan.” Seorang pria berkacamata menerobos ke dalam kantor Tom dengan wajah bingung.

Tom melemparkan bola tenis ke dinding lalu menangkapnya lagi. “Sebaiknya kau panggil ayahku.

“Ayahmu sedang pergi.”

“Mengapa kau tidak memanggil sekuriti?”

“Dia bilang dia datang mencari pengintip bernama Michael Jordan dan akan menghajar siapapun yang tidak mau mencarikan nama itu di dalam daftar pekerja.”

Tom menegakkan tubuhnya dengan cepat. “Bagaimana rupa perempuan itu?”

“Dia sangat cantik,” ujar pria berkacamata itu dengan antusias. “Aku rasa dia seorang aktris.”

“Aku akan keluar menemuinya.” Tom meraih jasnya, mengenakannya dengan rapi lalu melangkah keluar dengan cepat.
***
Brooke memandang Tom yang sedang berjalan ke arahnya dengan mata terpicing. “Kau?” Kecurigaan muncul kembali di hatinya. Tentu bukan kebetulan semata ia berjumpa dengannya di lift waktu itu dan di sini.

“Ada yang bisa aku bantu?” Tom menghentikan langkahnya sekitar 1 meter di hadapan Brooke. “Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyanya dengan nada ragu. “Ah, aku ingat. Kita bertemu di dalam lift kemarin. Senang berjumpa denganmu lagi.”

“ Jadi kau pembersih kaca? Apa namamu Michael atau Jordan?” Brooke mengamati wajah Tom lekat-lekat, mencoba membayangkan pria itu dengan kumis dan jenggot tebal.

Tom menggeleng cepat-cepat. “Namaku Tom Welling dan aku sama sekali bukan pembersih kaca. Ini perusahaan milik ayahku ini dan tidak ada urusannya denganku sama sekali.”

“Aku mencari dua orang bernama Michael dan Jordan yang bekerja sebagai pembersih kaca di gedung apartemenku dua hari yang lalu.”

Tom menoleh kepada seorang pria tua yang duduk tak jauh darinya.

“Mr. Goodman, apa perusahaan mengirimkan pembersih kaca 2 hari yang lalu ke apartemen .. apa nama apartemen tempatmu tinggal, Miss … ?” Tom melirik sekilas ke arah jari manis Brooke. Tidak ada cincin di sana.

“Davis. Namaku Brooke Davis. Aku tinggal di apartemen South Pearl St di 1st Ave.”

Mr Goodman mengambil buku yang ada di atas mejanya dan mencari-cari untuk beberapa menit lamanya.

“Kami tidak mengirim pembersih kaca ke sana 2 hari yang lalu. Kenyataannya malah kami tidak mungkin mengirimkan pembersih kaca ke sana. Kontrak kami dengan pemilik apartemen itu sudah habis sejak 6 bulan yang lalu. Sudah selama itu pula kami tidak mengirimkan seorangpun untuk membersihkan kaca.”

“Jadi siapa yang datang kemarin?” tanya Brooke lebih kepada dirinya sendiri. Ia lalu sibuk dengan pikirannya untuk beberapa saat sebelum tiba-tiba melirik tajam ke arah Tom yang sedang memperhatikannya dengan seksama.

“Boleh aku tahu apa yang kaulakukan 2 hari yang lalu di gedung apartemenku?” Brooke menatap Tom dengan pandangan curiga.

“Aku?” Tom menelan ludahnya dengan susah payah. Ia belum menyiapkan jawaban sama sekali untuk itu dan ia bukan pembohong ulung seperti Oliver.

“Aku… aku menemani temanku Oliver menemui pacarnya di lantai 12. Mereka berencana untuk menjodohkanku dengan seorang wanita namun sayang semuanya itu gagal.” Ia tidak sepenuhnya berbohong. Kekasih Oliver memang tinggal di gedung itu. Tepatnya bekas kekasihnya karena hubungan mereka berakhir kemarin. Salah satu alasan ia dan Oliver datang membersihkan kaca gedung apartemen itu adalah karena Oliver ingin membuktikan sesuatu tentang kekasihnya dan ia bermaksud untuk mengintipnya dari kaca jendela.

Brooke memandang Tom dengan penuh kecurigaan. Baginya alasan yang diberikan pria itu sama sekali tidak terdengar meyakinkan. Semua kebetulan ini bukan sesuatu yang dapat diabaikannya begitu saja.

Tom membuka kacamatanya. “Miss Davis. Jika kau berpikir aku bersedia menggantung nyawaku untuk membersihkan kaca jendela maka kau salah besar. Aku tidak menyukai pekerjaan rendahan seperti itu. Percayalah di dunia ini masih ada yang namanya kebetulan. Kau dan aku berjumpa di gedung apartemenmu 2 hari yang lalu dan hari ini kita berjumpa lagi, semua itu murni hanyalah kebetulan. Kebetulan yang menyenangkan tentunya.”

Brooke tak melepaskan pandangannya dari Tom hingga akhirnya keraguan di hatinya perlahan menghilang. “Baiklah. Kalau memang perusahaan ini tidak menangani pembersihan jendela di gedung apartemenku, aku sebaiknya pergi.”

“Miss Davis,” ujar Tom dengan cepat. “Bolehkah aku minta nomor teleponmu. Siapa tahu aku bisa menemukan dua pria yang bernama Michael dan Jordan itu. Koneksi ayahku di dunia pembersih kaca apartemen cukup luas. Ia mungkin dapat menemukan dua pria itu dengan mudah.”

Brooke merogoh ke dalam tasnya dan mengeluarkan kartu namanya dari dalamnya. “Segera beri kabar padaku jika kau mendengar apapun tentang kedua orang itu.”

Tom mengambil kartu nama yang disodorkan oleh Brooke. “Tentu,” ujarnya dengan ramah.


Last edited by didar on 19th September 2009, 3:38 pm; edited 3 times in total
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 18th September 2009, 10:58 am

***
Peyton berjalan mendekati Lucas yang sejak tadi mengamatinya. Begitulah gayanya saat ia sedang memperhatikannya menyiapkan sarapan. Berdiri bersandar di ambang pintu dengan sebelah tangan di sakunya dan mengamatinya tak putus-putus. Senyum tipis menghiasi ujung bibirnya yang perlahan bergerak melengkung semakin lebar.

Peyton menggapai pinggang Lucas dan terus mendekatkan dirinya hingga jarak di antara wajah mereka menjadi sangat dekat. Satu gerakan kecil saja akan membuat bibir mereka bersentuhan. Memikirkan hal itu gairahnya bangkit dengan cepat.

Lucas tersenyum tipis. Tatapannya tertuju tepat pada kedua mata hijau Peyton yang berbinar penuh kehangatan. Berusaha keras menahan dirinya untuk tidak merengkuh Peyton ke dalam pelukannya dan menciumnya.

“Hai, sayang,” bisik Peyton dengan mesra sambil menggerakkan matanya untuk menelusuri wajah Lucas. Perasaan menggelitik meluap di perutnya saat matanya berhenti di bibir Lucas yang begitu menggoda.

Peyton berjinjit dan mencium bibir Lucas dengan lembut. Lucas diam tak membalas, membiarkan Peyton menciuminya untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik tubuh gadis itu merapat ke arahnya dan menciumnya lebih dalam. Peyton terhanyut dalam ciuman itu. Ciuman Lucas tak pernah gagal membuatnya terlena. Bibir mereka bertaut cukup lama sebelum akhirnya Lucas menarik dirinya dan memeluk Peyton dengan kedua tangannya erat-erat. Matanya terpejam menikmati setiap titik kehangatan yang timbul di dalam hatinya bersamaan dengan bercampurnya suhu tubuh mereka.

Peyton membenamkan kepalanya di lekukan leher Lucas, menghirup aroma tubuhnya yang maskulin dan menikmati setiap detik dalam pelukannya.

Lucas merasakan sensasi yang sulit dilukiskan timbul di hatinya. Peyton benar-benar membangkitkan perasaan yang sudah lama tak muncul di dalam hatinya dan kenikmatan yang ia rasakan saat bersamanya benar-benar tak terbandingi dengan apapun.

“Aku harus bersiap-siap,” Lucas melepaskan pelukannya dan menarik dirinya. Peyton cepat-cepat menggenggam tangan Lucas dan menahannya. Tatapannya dipenuhi dengan ketidakrelaan.

“Aku harus pergi. Aku harus menemui editorku hari ini,” ujar Lucas dengan lembut.

Peyton mengerutkan bibirnya dengan manja. “Tidak bisakah kau menemaniku lima menit lagi?”

Lucas tertawa kecil. “Aku sudah hampir terlambat.”

Dengan tatapan tidak rela Peyton melepaskan tangan Lucas. “Semoga sukses,” ujarnya dengan tulus. Lucas mengecup pipinya dengan lembut. “Sampai ketemu nanti malam.”

Lucas melangkah dengan cepat menuju kamarnya. Tak seharusnya ia tadi menghabiskan waktu memperhatikan Peyton menyiapkan makan pagi. Hari ini hari yang sangat penting baginya. Draft novel keduanya yang baru saja selesai ditulisnya akan ia serahkan untuk mulai diedit.

Setibany di dalam kamar, Lucas menghampiri lemari pakaiannya dan menyibukkan diri memilih kemeja dan dasi yang akan dipakainya. Sudah lama ia tidak berjumpa dengan editornya. Seorang wanita muda yang berjasa besar dalam penerbitan novel pertamanya. Satu-satunya orang yang percaya kepadanya di saat tak seorangpun tertarik untuk menerbitkan novelnya.

Lucas merogoh ke bagian dalam laci dan mengeluarkan sebuah dasi dari sana, dasi usang dengan model tidak menarik yang terbungkus rapi di dalam plastik. Setitik noda hitam mengotori bagian tengahnya dan membuatnya terlihat kusam. Senyum menerawang samar-samar mengembang di ujung bibirnya. Sungai kenangan membawa perahu kerinduan di hatinya melaju perlahan-lahan mengikuti arus waktu. Dasi itu dibelikan oleh Lauren untuknya di saat ia berulang tahun yang ke 21. Seminggu berturut-turut ia memakainya. Selama itu pula ia mendapat pandangan mencemooh dari rekan-rekan kerjanya. Ia sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Sejak kecil ia tidak pernah mempedulikan bagaimana orang memandangnya. Hanya saja dasi itu memang tidak pernah ia pakai lebih dari seminggu. Ia terpaksa menyimpannya setelah tinta pulpen yang digunakannya bocor dan mengenai dasi itu. Tak terperi penyesalan yang ia rasakan saat itu. Lauren membelikannya dengan uang gaji yang dipinjamnya terlebih dahulu di saat mereka benar-benar mengalami krisis. Hadiah yang tak dapat dinilai dengan apapun baginya.

“Ini hadiah untuk seorang pria yang telah menginjak usia dewasa namun akan selalu menjadi anak kecil bagiku, aku mencintaimu.” Lauren menjijitkan kakinya tinggi-tinggi untuk mencium Lucas. Dengan perasaan haru yang begitu menyesakkan, Lucas menerima hadiah itu dan melemparkannya ke atas ranjang. Ia kemudian menarik Lauren ke dalam pelukannya dan menciumnya. Hanya itu yang berarti baginya saat itu, kebersamaannya bersama gadis itu.

Lucas mengamati dasi itu lekat-lekat. Hatinya hingga kini masih terasa sakit bila ia memikirkan Lauren terlalu lama. Wajahnya yang lembut masih sering menguasai pikirannya saat ia memejamkan matanya. Namun akhir-akhir ini kenangannya akan Lauren sedikit banyak telah tergantikan oleh Peyton. Malam-malam penuh gairah yang dilaluinya bersama Peyton begitu indah dan jantungnya masih berdebar kencang setiap kali ia membayangkan semua itu. Ia sungguh merasa bersalah. Rasa yang selama ini ia simpan rapat-rapat yang sebenarnya tidak pernah menghilang. Ia hanya belajar untuk menyembunyikannya karena ia tidak ingin lagi mengecewakan Peyton.

“Lucas, makan pagi sudah siap,” Peyton berdiri di ambang pintu kamar Lucas.

Lucas menoleh dengan cepat. “Sebentar lagi,” ujarnya sambil mengamati dasi itu sedetik lebih lama lalu memasukkannya ke bagian dalam laci. Peyton mengamati Lucas meletakkan dasi yang dipegangnya dengan hati-hati. Dari raut wajahnya yang dipenuhi sinar cinta mudah untuk ditebak, dasi itu diberikan oleh Lauren. Walau Lucas tidak pernah menunjukkan perasaannya untuk Lauren sejelas sebelumnya namun keberadaan gadis itu di hatinya masih sangat kuat.

“Biar aku bantu.” Peyton melangkah mendekati Lucas yang sedang mengenakan kemejanya. “Dasi yang mana yang akan kaupakai?” ujarnya sambil menunjuk ke arah dasi-dasi yang berderet rapi.

“Bagaimana kalau kau yang memilihnya?” ujar Lucas sambil mengancingkan kemejanya.

“Tentu.” Peyton mengangguk sambil tersenyum lebar. Untuk beberapa saat matanya bergerak menemani jari-jarinya menelusuri deretan dasi-dasi itu sebelum akhirnya pilihannya jatuh pada sebuah dasi berwarna biru bergaris-garis perak.

“Menurutku kau akan terlihat sangat tampan dengan dasi ini.” Peyton mengaitkan dasi itu di kerah kemeja Lucas dan mulai memasangnya.

“Apa kau akan pergi menjumpai seorang wanita cantik? Karena itukah kau menghabiskan waktu selama ini untuk memilih dasi?” tanyanya kemudian sambil memandang Lucas dengan mata terpicing.

Lucas tertawa kecil. “Editorku memang seorang wanita yang cantik namun kau jauh lebih cantik.” Peyton menarik ikatan dasi itu ke atas dan merapikannya untuk sejenak. Senyum bahagia menghiasi bibirnya. “Aku jauh lebih cantik.” ujarnya berbisik. Ujung jarinya bergerak menelusuri dada Lucas dengan lembut. Kedua matanya berbinar penuh arti. Lucas menyeringai lebar. “Apa lagi yang harus aku katakan supaya kau mengoyak kemejaku dan bercinta denganku saat ini juga?”

Peyton merapatkan tubuhnya. “Kau sudah mendapatkannya. Bukan sekarang tetapi malam ini.” Gairah memancar semakin kuat di kedua matanya yang berpendar penuh warna cinta.

Lucas tersenyum penuh arti. “Kalau begitu aku akan pulang lebih cepat.”

Peyton tersenyum lebar lalu mengangguk. “Pergilah sekarang. Aku yang akan menyiapkan makan malam.”

Lucas menggapai pinggang Peyton dan mengecup keningnya dengan lembut. “Sampai nanti malam.”


Last edited by didar on 19th September 2009, 2:10 pm; edited 1 time in total
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 18th September 2009, 11:03 am

Okay.. ini bab 23.. dua bab sebelum pesta… hmm… gw banyak masukin hal baru di sana seh.. mamanya Peyton.. gw sebenernya pengen ngebayangin Ellie.. cuma.. akhirnya kebayang yang lebih rumahan.. en bukan wanita karir gitu deh… en ternyata bikin cerita Tom-Brooke juga ga gampang.. yang pasti karakter Tom melenceng.. gw ga bisa gambarin dia yang alim.. kalo dia nyembunyiin sesuatu dari brooke.. jadi karakter dia ini masih belum kebentuk banget di pikiran gw.. ntar deh kalo gw dah posting bagian itu.. gw mau minta pendapet…

Bagian Leyton.. gw ga sabar pengen nulis bagian Lucas ketemu Jake sebenernya.. haha.. tapi ceritanya belum sampe situ.. hehe.. en gw suka interaksi antara Lucas ama Haley.. mereka tuh bener2 best friends forever.. haha.. en OTH ngebantu gw banget.. gampang banget nulis en ngebayangin Haley di sini.. kalo Lucas, Peyton ama Nathan kan agak sedikit beda…. Haley malah gw ngerasanya gw nulis sama persis…. Bab berikutnya ada Haley lagi… yay! Belum mulai gw edit sama sekali.. so masih lama.. sekarang gw ngeditnya lama ya.. haha.. soalnya begitu mulai edit.. gw kyk nulis baru.. abis cara nulis gw ganti2 mulu.. masih paling sreq ama yang sekarang seh..
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  Shan2 18th September 2009, 6:53 pm

hahaha,... sumpah itu wkt brooke ama peyton lg telp ama mamanya peyton kocak abis. g suka banget. hehehhe

n g penasaran neh, soalnya kan di sini leyton msh baik2 aja, apa mgkn mrk berantem gara2 pesta itu yah ? bener2 bikin penasaran deh..

n yg terakhir tuh, yg brooke nanya soal pembersih kaca, duh... bikin penasaran banget deh. hehehe

iya tom nggak terlalu alim, tp gpp, g suka kok, apalagi kalo berdua ama oliver, mrk kocak abis deh
Shan2
Shan2
FF addicted
FF addicted

Posts : 138
Join date : 2009-07-14

http://lusiana.web.id

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 18th September 2009, 9:32 pm

Sebenernya leyton harusnya ada masalah di bab sebelum ini.. tapi ga sinkron ama bab itu sendiri so gw ubah.. emang di pesta itu ada sesuatu yang terjadi..

Bagian telepon itu gw tambahin.. sebenernya banyak banget yang pas gw edit gw tambahin .. soalnya suka tiba2 muncul ide baru … jadi aja sekarang kalo ngedit lama…

Tom-Kevin baru muncul lagi di bab selanjutnya.. iya neh gw malah ngerasa gw buat Tom jadi agak sedikit ga baek.. en jadinya ga sinkron.. soalnya awalnya dia tulus mau minta maaf.. duh.. gw kyknya harus nulis ulang bagian Tom-Brooke di bab ini.. ntar elo kasih pendapat ya..
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  Shan2 18th September 2009, 10:04 pm

iya yg bagian telp itu kocak banget deh. hehhehe

gpp tom nggak harus baik banget, ntar jd boring. hehehe... kadang cowok jg kan ada sifat cowoknya n kebanyakan cowok kan emang agak iseng. hihihi
Shan2
Shan2
FF addicted
FF addicted

Posts : 138
Join date : 2009-07-14

http://lusiana.web.id

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 18th September 2009, 11:18 pm

Iya seh.. jangan terlalu baek ya.. tapi gw jadi bingung dia tuh sebenernya karakter yang kyk gimana..
Hehe.. ga sia2 donk ya gw tambahin bagian itu..
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 19th September 2009, 2:23 pm

2 bagian lagi udah gw tambahin di atas.. yay.. selesei neh bab 23.. tadi gw edit bagian Tom-Brooke dikit.. en sekarang mau mulai ngedit bab 24.. bab ini udah selesai gw tulis.. udah ada 6 rebu kata.. ga tau apa gw tiba2 pengen nambahin apa atau ga.. yang pasti.. bab berikutnya .. bab 25 masih jelek banget.. pas gw kemaren baca.. gw frustasi sendiri.. haha.. abis itu cara nulis yang lama.. haha..

Di bagian ini.. gw ngerasa Tom tuh punya sisi nakal.. en ga bisa dijadiin alim.. tapi mau dibuat kyk gimana? Dia mungkin ga playboy.. tapi.. apa donk.. haha.. en Oliver.. gw lumayan suka ama tokoh dia.. pengennya dikeluarin lebih sering.. apalagi dia cakep.. haha.. ga nyambung… tapi.. ga tau.. bagian Tom-Brooke kan gw tulis langsung.. belum gw susun plotnya.. plot Lucas aja lom beres2.. haha.. gw rasa gw bakal ngeluarin satu tokoh wanita cantik nanti.. ide ini baru kepikiran kemaren… pengennya serena neh.. haha.. tapi lom pasti.. yang pasti seudah bagian klimaks.. cerita ini bakal jauh lebih rumit.. karena bakal ada banyak interaksi antar tokoh yang sekarang didominasi ama Lucas-Peyton…
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  Shan2 19th September 2009, 3:22 pm

hihihii..... g suka adegan brooke ama tom. btw, kevin blm nongol2 lg nih, soalnya g penasaran ama hubungan kevin brooke

serena yah ? apa mgkn dia itu ex oliver yg elo maksud ? ini tebakan g sih, tp emang pas banget kalo oliver ngintip dia lg selingkuh. wakakka
Shan2
Shan2
FF addicted
FF addicted

Posts : 138
Join date : 2009-07-14

http://lusiana.web.id

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 19th September 2009, 4:13 pm

haha… serena bukan ex-nya oliver.. kalo gw harus nyeritain soal oliver juga.. ga akan abis2 FF gw… biarlah dia keluar kalo lagi ama Tom doank… en gw lom pasti ini tokoh ce cantik mau diperanin ama sapa.. haha..

kevin ya.. duh.. otak gw lagi buntu.. ntar deh...
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  Shan2 21st September 2009, 7:28 pm

wah, bukan yah ? berarti sapa donk ? hehehe... jd penasaran g

iya si kevin nggak ada kabarnya nih... aduh g jg buntu nih... jia you yah.. moga2 bs lanjut lg
Shan2
Shan2
FF addicted
FF addicted

Posts : 138
Join date : 2009-07-14

http://lusiana.web.id

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  didar 22nd September 2009, 3:02 pm

yup bukan.. tapi gw bakal ngeluarin ex-nya Oliver gw rasa.. cuma sekilas tapi
en Serena ini ga penting2 banget seh..
didar
didar
FF super addicted
FF super addicted

Posts : 255
Join date : 2009-07-09

Back to top Go down

New Beginnings - Chapter 23 Empty Re: New Beginnings - Chapter 23

Post  Sponsored content


Sponsored content


Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum